Kematian : Akhir atau Awal Kehidupan
Ust. Faruq

Kematian merupakan sesuatu yang menakutkan bagi kebanyakan manusia. Bahkan mengingat-ingat kematian dapat memorakporandakan manisnya kehidupan dunia. Ia bagaikan duri yang berada dalam kerongkongan manusia.
Manusia bukan hanya takut pada mati, tetapi mereka takut pula mendengar kata kubur. Kalau kita melihat berbagai budaya bangsa di dunia, kita akan menjumpai kesan ketakutan akan kematian dengan jelas.
Marilah kita kaji faktor apakah yang menyebabkan manusia takut akan kematian. Meskipun ada segelintir manusia, alih-alih takut, sebaliknya menyambut kedatangannya dengan senyum.
 
Mengapa Takut ?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia menjadi takut mati. Di antaranya adalah menafsirkan mati dengan fana’.
Secara alamiah setiap manusia takut ketiadaan (‘adam). Ia lari dari sakit karena sakit adalah ‘adamus-sihhah [ketiadaan sehat]. Manusia lari dari kegelapan karena gelap adalah tiadanya cahaya dan lain sebagainya. Bahkan manusia takut tidur sekamar dengan orang mati. Meskipun mayat itu adalah temannya sendiri. Padahal ia senang tidur bersamanya ketika masih hidup. Mengapa demikian ? Karena mati adalah tiadanya kehidupan.
Sudah barang tentu, kalau kita mengartikan maut adalah finish atau akhir dari segala sesuatu, maka akibatnya kita takut kepadanya. Sebaliknya, kalau maut kita artikan pemula dari segala sesuatu, maka kita akan mengharapkannya (Ustadz Makarim Syirazi).
 
Dua Pandangan yang Berbeda
Kita melihat ada dua jenis manusia. Pertama, manusia yang takut mati. Kedua, manusia yang menyambut kematian dengan senang hati. Hal ini timbul karena pandangan mereka tentang kematian berbeda.
Golongan pertama adalah orang-orang yang tidak percaya adanya dunia setelah kematian atau mereka percaya, tapi tidak sepenuh hati. Oleh karena itu, mereka menganggap detik kematian adalah detik perpisahan dengan segala sesuatu.
Sedangkan golongan kedua adalah orang-orang yang memandang kematian sebagai kelahiran baru, dari dunia yang sempit ke dunia yang maha luas. Golongan kedua ini sangat merindukan kematian. Imam ‘Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Allah, ‘Ali merindukan kematian melebihi bayi yang merindukan air susu ibunya."
Dalam sebuah syair Persia dikatakan :
Jika kematian berupa seorang laki-laki
Maka niscaya aku akan memanggilnya
Silakan datang !
Sehingga aku dapat memeluknya erat-erat
Karena sesungguhnya aku akan menerima darinya
Ruh yang abadi
Sedangkan kematian akan mengambil dariku
Selendang yang telah usang warnanya
Bukanlah suatu hal yang mengherankan jika kita menjumpai dalam sejarah, manusia seperti Imam Husain dan para sahabatnya sangat merindukan kematian. Makin dekat kesyahidan mereka, kegembiraan mereka semakin bertambah. Kerinduan mereka untuk bertemu dengan Kekasih Sejati makin tidak tertahankan lagi. Wajah-wajah mereka semakin bercahaya karena semakin dekatnya perjumpaan dengan Allah.
Ketika racun pedang Abdurrahman Ibnu Muljam telah mengenai leher Imam ‘Ali, maka saat demi saat keadaan ‘Ali semakin parah dan racun kian menampakkan reaksinya. Sahabat-sahabat Imam menjadi sangat terharu dan berduka sekali. Mereka tidak dapat lagi menahan tetesan air mata, bahkan sebagian dari mereka ada yang berteriak histeris. Akan tetapi mereka melihat wajah ‘Ali as berseri-seri dan selalu tersenyum. Beliau berkata :
"Demi Tuhan Ka’bah, aku telah sukses ! Apa yang telah menimpaku bukan merupakan hal yang kubenci. Sama sekali tidak ! Syahid di jalan Allah sejak dulu sudah merupakan hal yang senantiasa aku angan-angankan. Dan bagiku, apa yang lebih baik dan berharga daripada syahadah dalam keadaan ibadah ?"
 
Berbagai Macam Sakaratul Maut
Alquran dan hadis menjelaskan bahwa ada empat macam pencabutan nyawa :
1. Orang-orang saleh mati dengan mudah. Imam ‘Ali as berkata, "Ketika orang-orang saleh meninggal dunia, mereka diberi berita gembira, sehingga mereka merasa senang dan menyukai kematian itu." 1
2. Orang-orang baik yang meninggal dengan sulit. Nabi Saww bersabda, "Kematian adalah kaffarah dosa-dosa mukminin. Setelah itu mereka tidak akan merasakan siksaan lagi." 2
3. Orang-orang yang tidak saleh, namun matinya mudah. Imam Al-Kazhim as berkata, "Sebagian orang kafir meninggal dunia dengan mudah disebabkan sejumlah perbuatan baiknya. Sebagian orang kafir memiliki amal saleh. Amal saleh itulah yang menjadikan mudah kematiannya." 3
4. Orang-orang zalim yang meninggalnya sulit. Kesulitannya itu merupakan siksaan pertama bagi mereka. 4
Keabadian Ruh
Argumentasi rasional dan ayat-ayat Alquran serta hadis, semuanya membuktikan bahwa ruh manusia abadi. Rusaknya badan tidaklah membuat ruh menjadi rusak. Ruh berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan badan. Kepribadian manusia berhubungan dengan ruh. Bukan dengan badan. Umpamanya sewaktu kecil Anda pernah dipukul oleh tetangga Anda. Dua puluh tahun kemudian Anda melihatnya lantas memukul orang itu. Padahal jasmani orang itu telah berubah beberapa kali. Mengapa Anda memukulnya ? Jawabnya, jasmani orang itu berubah, tetapi ia tetaplah ia.
Tanpa disadari manusia sering menyebutkan kata-kata yang menunjukkan bahwa ruh itu abadi. Umapanya, sewaktu usia manusia sudah lanjut, ia sering mengatakan, "Sewaktu masih kecil, saya anak yang nakal." Padahal jasmani manusia berubah setiap tahunnya. Namun demikian perasaan manusia mengatakan bahwa dirinya yang sekarang adalah dirinya sewaktu kecil.
 
Ma’ad  Memberi Arti pada Kehidupan
Sekiranya kehidupan di dunia ini tidak dilanjutkan dengan kehidupan di dunia lain, maka kehidupan dunia akan sia-sia. Layaknya sia-sianya kehidupan janin, sekiranya tidak akan dilahirkan ke dunia ini. Seandainya bayi itu dikaruniai akal, maka ia akan bertanya mengapa aku ditahan dalam dunia yang kecil ini ? Kita juga bertanya mengapa harus menjalani hidup di dunia ini selama tujuh puluh tahun atau lebih dengan segala kesulitan dan cobaannya. Apakah tujuan dari semua ini sekadar makan dan minum ? Apakah keberadaan bumi yang luas dan langit yang indah dan semua sarana hidup hanyalah untuk makan, minum, berpakaian ?
Maka, jelaslah di sini, sia-sianya kehidupan, kalau kita tidak mempercayai ma’ad (hari akhir).
 
Berbagai Argumentasi Ma’ad
1. Keadilan Ilahi
Kita dapat membuktikan keberadaan ma’ad dengan beberapa argumentasi, baik argumentasi rasional maupun Qurani. Di antara argumentasi rasional yang juga didukung Alquran, sebagai berikut : Karena Allah bersifat adil, maka ma’ad harus ada.
Penjelasannya bahwa ada dua jenis manusia dalam menghadapi perintah Allah dan Rasul-Nya yakni manusia yang taat dan manusia yang ingkar. Allah berfirman dalam surat At-Taghabun : "faminkum kafir waminkum mukmin – sebagian dari kalian kafir dan sebagian lain kafir."
Sedangkan kita sedikit sekali melihat pembalasan amalan di dunia ini. Cepat atau lambat, orang-orang saleh dan zalim semuanya akan meninggal dunia. Sekiranya hisab dan pembalasan tidak diadakan di dunia lain dan kematian adalah akhir [kehidupan], maka bagaimanakah dengan keadilan Allah ?
 
2. Hikmat Ilahi
Kita bayangkan ada tuan rumah yang mengundang banyak tamu. Dia menyiapkan berbagai jenis makanan enak yang telah diperhitungkan dengan jumlah orang yang diundang. Hal ini dilakukannya karena tuan rumah itu sangat mencintai para tetamunya itu.
Di samping makanan-makanan enak, ia juga membuatkan atap yang nyaman bagi para tamunya itu. Namun tiba-tiba ada tamu yang keji memasuki ruangan itu. Tamu itu memorakporandakan meja makan. Tuan rumah itu tidak marah. Ia acuh tak acuh dan membereskan meja makan lantas membubarkan pertemuan itu. Maka begitu juga seandainya ma’ad itu tidak ada, tindakan Allah seribu kali lebih sia-sia dari tindakan tuan rumah itu.
"Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu." (QS Al-An’am : 101).
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah" (QS Sajadah : 7).
"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (QS Ar-Ra’du : 8).
"Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS....).
 
Keyakinan pada Ma’ad Banyak Pengaruhnya
Keyakinan pada ma’ad sangat besar pengaruhnya pada kehidupan. Sebagai contoh, sekiranya undang-undang dan aturan hukum tidak lagi berlaku dalam suatu sistem pemerintahan dari suatu negara, pasti negara itu akan kacau balau. Setiap orang akan menjadi berani melakukan tindakan kriminalitas, sebab ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan hukuman atau sanksi.
Orang yang percaya pada ma’ad dan hari perhitungan, ia tidak akan berbuat semena-mena. Imam ‘Ali tidak bersedia mengambil sebutir makanan dari mulut semut, meskipun imbalannya adalah dunia beserta isinya. Mengapa ada manusia seperti itu ? Apakah yang menjadikannya bersikap demikian ? Tidak ada yang lain, karena Imam mempercayai hari perhitungan. Kepercayaannya, lebih tinggi dari kepercayaan manusia biasa. Imam ‘Ali berkata, "Seandainya surga dan neraka ditunjukkannya kepadaku, maka imanku tidak akan bertambah." Mengapa demikian ? Karena tanpa diperlihatkan pun imannya sudah sempurna.
 
Ma’ad Jasmani
Ada sebuah pendapat yang hanya meyakini ma’ad ruhani. Artinya, manusia tidak akan lagi dibangkitkan dengan jasmaninya. Hanya ruh yang akan memperoleh pahala atau siksaan. Ayat-ayat Alquran menunjukkan adanya ma’ad jasmani. Manusia akan dibangkitkan dari kuburnya beserta badannya.
Firman Allah dalam surat Al-Ma’arij ayat 43 : "Pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhalala-berhala (sewaktu di dunia)."
Firman Allah dalam surat Al-Qamar ayat 7 : "Sambil menundukkan pandangan-pandangan, mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan."
Dalam surat Al-Hajj : 7, Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah membangkitkan orang-orang yang berada di kubur." Kalau sekiranya ma’ad hanyalah sebatas ruh saja, maka mengapa ayat-ayat Alquran berbicara tentang kubur ? Sedangkan ruh tidak berada di kubur, melainkan badan yang berada di kubur. Di samping itu semua contoh dalam Alquran adalah untuk membuktikan kesederhanaan ma’ad adalah berhubungan dengan ma’ad jasmani. Dan yang dipungkiri oleh orang kafir adalah ma’ad jasmani.
Pada suatu hari seorang lelaki Badui datang menemui Rasul. Ia membawa tulang belulang. Lantas ia bertanya, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh ?" Saat itu juga Allah memberikan jawabannya, "Katakanlah : "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pada kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk."
Dalam ayat lain Allah berfirman, "Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya menuju Tuhan mereka."
Seorang lelaki jahiliah berkata, "Apakah Dia menjanjikan kepada kalian bahwa kalau kalian mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kalian akan dibangkitkan lagi ?"
Semua ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa Rasul seringkali berbicara tentang ma’ad jasmani. Oleh karena itulah Alquran memberikan contoh ma’ad jasmani dalam dunia tumbuhan yang manusia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Jika seorang Muslim mau meluangkan waktunya untuk membaca Alquran niscaya ia tidak akan mengingkari ma’ad (kebangkitan) jasmani.
 
Alasan Penolakan Ma’ad
Iman pada ma’ad tidaklah cukup dengan lidah. Tapi, orang Mukmin mengemban tanggung jawab dalam kehidupan duniawinya. Maka kelaziman dari tanggung jawab itu adalah tidak melanggar batasan-batasan agama yang menjaganya dari bertingkah ifrath (ekstrem) dalam melampiaskan naluri hewaniahnya. Tujuan inti dari orang yang mengingkari ma’ad adalah bersenang-senang dan mengikuti hawa nafsu. Allah berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 43 : "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ?"
Ketika mereka melihat bahwa ma’ad bertentangan dengan tujuan hewani, maka mereka mengingkarinya dengan berbagai argumentasi yang amat lemah.
Allah berfirman dalam surat Qiyamah, "Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya ? Bukan demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna. Bahkan manusia hendak membuat maksiat terus menerus. Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu ?"
Ayat pertama menyebutkan akidah mereka. Ayat kedua menyebutkan sebab keingkaran mereka. Pada dasarnya, mereka mengingkari ma’ad bukan karena alasan kemustahilan pengumpulan tulang belulang, sebagaimana yang mereka tampakkan, sebabnya adalah keimanan terhadap ma’ad menjadi penghalang buat mereka untuk melampiaskan naluri hewaniahnya.
 
Syarat-syarat atau Tanda-tanda Turunnya Hari Kiamat
Di antara syarat turunnya hari kiamat adalah sudah diutusnya Nabi Muhammad Saww. Firman Allah dalam surat Muhammad ayat 18 : "Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat yaitu kedatangannya dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faidahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang ?"
Syarat lain adalah turunnya Nabi Isa as. Firman Allah dalam ayat 61, "Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu, janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah aku, inilah jalan yang lurus." Lain riwayat menyatakan bahwa Nabi Isa turun setelah Imam Mahdi – semoga Allah menyegerakan kehadirannya.
Tanda lainnya adalah bila binatang yang melata dikeluarkan dari bumi Allah berfirman, "Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat kami."
 
 
Hari Penyesalan
Salah satu nama hari kiamat adalah hari penyesalan. Pada hari itu sekelompok manusia amat meyesal. Sebab penyesalannya adalah semua perkara sudah selesai saat itu. Semua buku amalan sudah tertutup rapi. Setiap orang sudah ditentukan, ahli surga atau ahli neraka.
Pada saat itu kematian dirupakan seperti kambing. Kambing itu dibunuh di hadapan ahli surga dan neraka. Dengan tujuan, memberitahukan pada penghuni mahsyar bahwa segala perkara telah selesai. Penghuni surga selamanya di surga dan penghuni neraka selamanya di neraka. Saat itulah penyesalan meliputi hati ahli neraka. Bahkan ahli surga juga menyesal, mengapa mereka tidak beramal lebih banyak. Allah berfirman dalam surat Maryam ayat 39 : "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak pula beriman." Firman Allah dalam surat Al-Mulk, "Dan mereka berkata, "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya kami tidaklah termasuk penghuni-penghuni neraka."
Siapakah orang-orang yang menyesal saat itu ?
1. Orang-orang yang berpaling dari Imam samawiah kepada orang-orang yang fasik dan meninggalkan para washi Nabi serta mencintai yang lain.
2. Rasul berkata pada Abu Dzarr Al-Ghiffari, "Orang yang mengingkari risalahku, akan didatangkan pada hari kiamat dengan keadaan buta dan tuli. Mereka datang di kegelapan kiamat. Mereka berkata, "Celaka kami ! Mengapa kita tidak mengindahkan hukum-hukum Allah." 5
3. Orang-orang yang memperoleh hartanya dari jalan haram, belum sempat mereka menikmatinya, ajal telah mendahului mereka. Lantas harta itu beralih pada ahli warisnya. Ahli warisnya menginfakkannya di jalan Allah. Jadi tuan harta itu masuk neraka, sedangkan ahli warisnya yang saleh masuk surga karena harta itu.
4. Orang-orang yang berlaku ifrath.
5. Orang-orang yang berpotensial mencari ilmu, tapi tidak mau menggunakannya.
6. Para ulama yang menasihati masyarakat, sekiranya mereka tidak mengamalkan ilmunya. Karena masyarakat masuk surga karena karena ucapannya, sedangkan dia sendiri masuk surga.
7. Orang-orang yang suka ngobrol hal yang sia-sia, seharusnya mereka mengingat Allah di majlis itu.
Pintu-pintu Neraka
Neraka memiliki tujuh pintu, dalam surat Al-Hijr, Allah berfirman, "Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu dari mereka."
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa neraka bersusun tujuh. Setiap susunnya dikhususkan bagi golongan tertentu. Mungkin kata tujuh itu mengisyarakatkan akan banyaknya jumlah pintu neraka. Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 26 : "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." Di sini maksud dari tujuh laut, bukanlah bilangan tujuh itu saja tetapi lautan yang banyak.
Neraka yang paling bawah adalah tempat para munafik. Alquran menyebutkan nama surga sebanyak 145 kali. Begitu juga Alquran menyebutkan kata neraka sebanyak itu. Sedangkan kata dunia disebutnya sebanyak 115 kali. Begitu juga akhirat. Ini adalah pelajaran bahwa setiap orang Muslim haruslah melihat antara surga dan neraka, dunia dan akhirat secara seimbang dan adil. Keseimbangan antara perasaan takut dan harapan.
Apabila antara keduanya tidak seimbang dan salah satunya melebihi lainnya, maka bahaya sudah mengancam mereka. [ ]
 
 
Catatan Kaki :
1. Al-Bihar, jilid 6, hal. 153.
2. Al-Bihar, jilid 6, hal. 151.
3. Al-Bihar, jilid 6, hal. 155.
4. Dinukil dari Muhsin Qira’ati, Ma’ad.
5. Tafsir Ash-Shafi, jilid 2.
_________________
 
*) Semula merupakan makalah dari Ustadz Faruq bin Dhiya’ yang disampaikan pada Paket Pengkajian Ahlul Bait di Yayasan Muthahhari pada 1995.