Filsafat Perjuangan
Ust. Hasan Abu Ammar
Perjuangan dalam pandangan filsafat merupakan kemestian yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab ia merupakan kelaziman dari keberadaan materi. Oleh karenanya untuk lebih memahami kelaziman tersebut perlu kiranya kami paparkan susunan keberadaan alam semesta.
Susunan Alam Semesta
Pertama : Alam Akal. Dalam kaidah filsafat dikatakan bahwa antara sebab dan akibat harus memiliki kesejenisan (kesamaan) yang sangat kuat. Oleh karenanya Tuhan Maha Nonmateri dan Nondimensi sangatlah mustahil menyentuh (baca : mencipta) materi yang banyak dimensinya secara langsung. Sebab hal tersebut meruntuhkan kaidah di atas.

Kalau kita berbicara mengenai warna saja, maka kita dapat melihat adanya beberapa warna yang saling berbeda di dalam kehidupan kita sehari-hari. Kalau kita tanyakan, bagaimana Tuhan menciptakan mereka ? Maka akan ada dua kemungkinan : langsung atau tidak langsung. Kalau dikatakan langsung, sementara Tuhan tidak berdimensi, berarti sumber warna merah (contoh) juga merupakan sumber dari warna-warna yang lainnya. Ini menandakan tidak adanya kaitan antara sebab dan akibat. Sementara kaidah mengatakan bahwa antara sebab dan akibat harus memiliki kaitan yang sangat erat. Sebab kalau tidak, maka bisa saja kita minum racun supaya sehat, mandi supaya kenyang atau pandai, tidur supaya jadi presiden, dan lain-lain. Dan kalau dikatakan langsung tapi masing-masing warna bersumber pada sumbernya sendiri-sendiri, maka jelas akan menimbulkan dimensi pada Tuhan. Di mana hal ini melazimkan adanya rangkapan pada Zat Tuhan. Sedang rangkapan menandakan keterbatasan masing-masing rangkapannya. Sementara gabungan dari yang terbatas - walau sangat banyak dan luas - merupakan keterbatasan pula. Sedang Tuhan jelas tidak terbatas.

Dengan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa materi sangatlah tidak layak untuk mendapatkan sentuhan langsung dari Tuhan. Sebagai gantinya, Tuhan mencipta makhluk lain yang nondimensi dan nonmateri. Makhluk inilah yang disebut sebagai makhluk Akal (bukan akal manusia) yang biasa dikenal dalam bahasa agama sebagai malaikatu al-muqarrabun (malaikat yang didekatkan). Sedang hakikat dan definisinya adalah suatu hakikat yang tidak berbentuk dan tidak berbeban. Mereka bukan hanya satu keberadaaan. Akan tetapi memiliki jumlah juga dan mereka bertingkat-tingkat. Ada yang sangat dekat (bukan tempat) dengan Tuhan, tapi ada pula yang agak jauh. Dan begitu seterusnya sampai mendekati alam barzakh.

Kedua : Alam Barzakh/Mitsal/Khayal, yaitu suatu hakikat yang berbentuk tapi tidak berbeban. Sebenarnya makhluk ini juga disebut makhluk Akal namun yang paling rendah. Karena 'kerendahannya' (bukan kerendahan akhlak) itulah ialah yang dapat menyentuh alam materi secara langsung dan menciptakannya dengan seizin Tuhan. Oleh karenanya ia disebut akal fa'al, yakni akal yang aktif yang secara langsung dalam pengadaan dan pengaturan alam materi.

Para filosof berbeda pandangan perihal jumlahnya. Ada yang mengatakan bahwa ia hanya satu namun berdimensi banyak. Namun ada pula yang menyatakan ia memiliki jumlah yang banyak (aqlu al-'aradhi). Sedang banyaknya dimensi atau jumlah tersebut sebanyak makhluk materi. Oleh karena itu masing-masing materi bersumber pada sumbernya sendiri-sendiri. Dalam bahasa agama makhluk ini disebut dengan malaikat penembus/pencabut nyawa, pemberi rezeki, pengatur hujan, peniup sangkakala, dan lain-lain.

Ketiga : Alam materi, yakni suatu hakikat yang berbentuk dan sekaligus berbeban. Alam ini kedudukannya paling rendah (bukan akhlak). Oleh karenanya ia disebut dunia (dunya) yang berasal dari kata dani yang artinya rendah. Dalam filsafat tinggi rendahnya sesuatu tergantung sedikit banyaknya ia memiliki dimensi/rangkapan. Semakin sedikit maka akan semakin tinggilah kedudukannya. Begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu dalam filsafat akhlak dikatakan bahwa semakin banyak orang menyukai sesuatu dalam hatinya maka semakin banyak pula dimensi yang dimilikinya. Sehingga dengan itu maka akan semakin rendahlah kedudukannya di mata Allah. Namun sedikit maka akan semakin tinggilah kedudukannya. Apalagi ketika keinginannya hanya satu, yaitu Allah. Inilah yang diisyarati oleh Allah dalam Alquran surah 33 [Al-Ahzab] : 4 : "Allah tidak mencipta dua hati dalam diri seseorang."

Tambahan Penjelasan Alam Materi
Selain definisi di atas yang juga umum dipakai dalam mendefinisikan materi adalah sesuatu yang yang memiliki empat dimensi : panjang, lebar, tebal, dan waktu. Dimensi keempat adalah tambahan dari Mulla Shadra. Ia membuktikan bahwa gerak tidak hanya terjadi pada aksiden. Bahkan terjadi pula pada substansi. Nah, ketika gerak menjadi lazim bagi setiap substansi maka waktu yang berperan sebagai ukuran gerak, juga merupakan kelaziman bagi setiap materi. Maka jadilah ia dimensi yang lain dari materi.
 
Penjelasan Gerak
Gerak didefinisikan sebagai keluarnya sesuatu dari titik mungkin menuju yang dimungkinkan secara perlahan/proses-waktu. Sedangkan perubahan nonmateri tidak dengan proses waktu (kun fayakun). Akan halnya mengapa materi tidak bisa kun-fayakun adalah karena keterikatannya dengan tempat dan waktu tersebut. Tempat dalam hal ini adalah volume setiap benda, yakni panjang, lebar, dan tebalnya.

Ketika biji padi, misalnya, mungkin untuk menjadi pohon padi atau tanah, maka ketika ia bergerak menuju kepada salah satu dari keduanya berarti ia telah bergerak menuju pada yang dimungkinkan.

Ini adalah salah satu contoh dari jutaan gerak substansi. Sedangkan gerak aksiden bisa kita contohkan dengan bergeraknya orang bodoh menuju pandai, jambu kecil nan hijau menuju jambu besar nan merah dan lain-lain.

Tambahan Penjelasan tentang Gerak
Ketika sebuah materi ingin bergerak, karena keterikatannya, maka ia harus melawan semua yang mengekangnya, yakni semua yang ada di luar batasannya itu. Sebab setiap batasan di samping ia menceritakan kepositifan (kepemilikan) sesuatu, ia juga secara tidak langsung menceritakan kenegatifan (ketidakpunyaan) sesuatu tersebut. Ketika air dikatakan air maka di samping hal itu menceritakan kepemilikan air tersebut akan kesempurnaan air itu, ia juga menceritakan tentang kekurangannya, yakni air bukan batu, pohon, gunung, manusia, api, dan lain-lain.

Ketika jambu kecil ingin membesar maka ia harus melawan ruang yang mengelilinginya. Sebab ruangnya semula hanyalah volume asal yang ia punya. Kalau ia dapat mengalahkan ruang lain yang mengelilinginya, maka ia akan dapat bergerak membesar. Namun kalau tidak mampu, seperti kalau ia yang masih kecil itu berada dalam botol yang tebal yang ruangannya sama persis dengan volumenya, maka ia tidak akan dapat bergerak membesar.

Hal di atas baru dari satu sisi saja, yaitu dilihat dari sisi ruangannya. Belum dilihat dari sisi yang lain, seperti darimana ia mendapat volume tambahan itu. Sebab tanpa volume tambahan, alam materi tidak akan bertambah volumenya. Oleh karena itu, setiap materi yang ingin bergerak, baik dalam volume, warna, bentuk, rasa, dan lain sebagainya (seperti juga gerak substansinya), mesti mengambil dari materi yang lain dan mengambilnya sebagai bagian dirinya. Baik bagian itu merupakan bagian sifati atau juga merupakan bagian zati dan substansi. Oleh karena itu, alam materi disebut alam tazahum (saling mengganggu). Sebab, jangankan untuk bergerak, untuk bertahan saja materi harus mengambil materi lainnya. Binatang yang ingin bertahan hidup, ia harus menghidup udara, makan makanan, minum air, dan lain-lain. Itu saja sudah cukup untuk dijadikan alasan ke-tazahum-an alam materi.

Lazimnya Perjuangan Materi
Dengan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa materi untuk bertahan hidup saja perlu mengambil materi yang lain, atau menjarah yang lain. Sekalipun hanya tempat atom-atom udara bagi keberadaan batu yang mati. Apalagi bagi yang bergerak. Sudah tentu ia harus mengganggu materi yang lainnya. Hal ini kalau ditambah dengan kaidah yang mengatakan bahwa setiap sesuatu mencintai dirinya, maka sudah tentu materi, untuk bertahan hidup/eksis dan atau/bergerak maju, harus mengambil materi yang lain. Dan karena ia juga menjadi incaran bagi materi lain maka ia harus berjuang untuk mempertahankan hidup atau eksistensinya. Dari dua sudut pandang itu dapat dikatakan bahwa perjuangan merupakan kelaziman, yang tidak bisa tidak, dari keberadaan materi.

 

Perjuangan Manusia

Jarah menjarah bagi materi-materi yang tidak memiliki etika merupakan suatu kewajaran dan tidak perlu pembahasan mendetail mengenainya. Oleh karena itu, kita dengan segera mengatakan bahwa itu sudah merupakan sunnah/kehendak Allah Swt. Akan tetapi bagi wujud manusia hal itu sangatlah perlu kepada pembahasan. Sebab perjuangan dalam kacamata ini (filsafat) tidak lagi mesti bermakna positif akhlaki. Oleh karena itu, perjuangan di sini betul-betul bisa disalahgunakan.

Etika dan syariat serta akal yang sehat tidak dapat membenarkan adanya penjarahan yang tidak teratur bagi manusia. Karena ia merupakan keberadaan yang berbudaya dan beretika. Terlebih lagi ia merupakan keberadaan yang berakal yang justru dengan itu semua manusia berbeda dengan dari wujud-wujud lain. Apalagi ia merupakan makhluk yang diciptakan untuk mengabdi (ibadah). Oleh karena itu, perjuangan yang akan ia lakukan haruslah sesuai dengan etika, logika, dan syariat yang kesemuanya itu adalah hakikat yang satu dalam tiga manifestasi.

Macam-macam Perjuangan
Ketika manusia harus berjuang dalam mempertahankan dan/atau memajukan hidupnya maka manusia harus berjuang selalu. Namun ketika pada diri manusia ada dua macam potensi, yaitu potensi untuk menjadi baik dan menjadi buruk, maka perjuangannya pun akan didasarkan pada dua potensi itu. Oleh karena itu, perjuangan manusia memiliki dua macam : baik dan buruk.

Perjuangan baik adalah perjuangan yang mengikuti ajakan baik yang ada dalam diri manusia. Perjuangan ini bukan hal yang mudah. Sebab, seseorang harus betul-betul tahu bahwa ajakan dirinya dan perjuangannya adalah kebaikan hakiki. Bukan sekadar dakwaan kebaikan. Untuk itu harus betul-betul dicermati dengan segala macam barometer, yakni akal, etika, dan syariat. Tidak dengan emosi nafsu dan pertimbangan keuntungan pribadi. Sebab, kesalahan yang dibuat dengan dua hal itu menyebabkan manusia tidak akan mendapat maghfirah Allah Swt.

Berpolitik, berekonomi, berbudaya, beritual, berumah tangga, bermasyarakat, berorganisasi, dan lain-lain, kalau dilakukan sesuai dengan logika, etika, dan syariat, maka akan menghasilkan kesempurnaan. Baik kesempurnaan dunia maupun akhirat di mana surga adalah hasil terendahnya di alam itu (akhirat). Sementara hasil tertingginya adalah tidak terbatas. Karena maqam Qurb/dekat, 'Indiyyah/di sisi Tuhan tidak akan ada batasnya. Sebab, kalau terbatas, maka Tuhan pun menjadi terbatas.

Perjuangan buruk adalah perjuangan yang mengikuti ajakan buruk yang ada dalam diri manusia, baik betul-betul berupa keburukan ataupun berupa kebaikan yang bersifat semu dan tipuan, yakni kebaikan yang tidak berdasar pada logika, etika, dan syariat. Namun berdasar perasaan, budaya setempat, dan kefanatikan-negatif. Biasanya kebaikan macam ini sangat bersifat untung-rugi atau tidak jarang bersifat pemaksaan kepada orang lain. Makanya begitu terasa berat dan merugikan maka perjuangannya dihentikan. Dan kalau berada di atas angin ia akan memaksa orang lain. Salah satu tanda dari tanda-tanda perjuangannya adalah pandangan-pandangannya suka sekali berubah dan tidak menentu. Semoga Tuhan menjaga kita dari ketidakpastian ini. Sebab tidak menentu alias sering berubah merupakan ketidakcermatan prinsip-prinsipnya.[] Jakarta, 10 April 1999.