Keadilan Ilahi (2)
Ust. Husein Al-Kaff

 
Aturan-Aturan Allah yang Adil
Allah adalah pusat segala wujud alam. Segala se-suatu berputar di sekitar-Nya. Berthawaf di sekeliling Ka’bah di Mekah merupakan miniatur dari perputaran seluruh jagad raya di sekeliling  Allah Ta’ala.  Hal  itu menunjukkan keterikatan  dan ketundukan alam secara  niscaya kepada Allah. Dan berthawafnya para malaikat  di sekitar Sidratul Mun-taha’ adalah bentuk lain yang transenden dari keterikatan mereka  dengan-Nya. Semua wujud itu dengan  berbagai ting-katannya, suka atau tidak suka, harus berputar. Tidak berputar di sekelilingnya berarti hilang, ter-sesat  dan  mati.  Oleh karena itu, alam raya bergerak sesuai dengan hukum yang  berlaku pa-danya. Gempa bumi, gunung meletus, badai angin yang ken-cang dan fenomena-fenomena alam  lainnya yang murni tanpa  campur  tangan manusia  terjadi dalam rangka mengikuti ke-hendak dan peraturan Allah.
Maka jangan sekali-kali kita marah, kesal, dan mencaci alam. Rasulullah saww. bersabda "Janganlah kalian  mencaci alam (baca: masa) ".
Manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk yang lain hidup  dengan  dua alam yang ber-beda; alam  hayawani,  syuhudi, materi  dan alam ruhani, ghaybi, aqli. Kedua alam  ini  mempunyai ting-katan thawaf dan ketundukan yang berbeda sesuai dengan peraturan yang berlaku pada kedua alam itu.
Pada  alam hayawani terdapat dua macam per-aturan  dan  manusia harus  tunduk padanya.  Kalau ti-dak tunduk,  maka  manusia  akan musnah  dan ter-sesat. Peraturan yang  pertama  sifatnya  dharuri (nis-caya dan pasti), misalnya, manusia lahir ke dunia ha-rus lewat ibunya, manusia harus melewati fase-fase perkembangan fisik  yang alami; bayi, remaja, dewasa, tua dan mati, kaum pria pasti mempunyai  alat kelamin laki-laki dan kaum wanita, mau ti-dak mau, mempunyai alat ke-lamin wanita, mengalami menstruasi dan  lain sebagai-nya. Semua itu merupakan peraturan yang telah Allah tetapkan  dan manusia harus mengikutinya secara ijbari (determinis). Menyalahi pera-turan ini, manusia tidak akan ada. Dan  peraturan yang ke-dua sifatnya ikhtiyari, misal-nya, makan, minum, nikah dan segala perbuatan yang manusia dengan leluasa un-tuk melakukan atau meni-nggalkannya.  Agar manusia itu sehat, maka ia  harus ma-kan, tetapi  iapun bisa untuk tidak makan dengan sebuah resiko  sakit atau mati ke-laparan.
Demikian   pula    dengan alam ruhani, ghaybi dan aqli. Allah telah meletakkan sejumlah peraturan, dan manusia  harus tunduk dengan peraturan tersebut. Jika tidak, maka manusia akan kehilangan arah, tersesat dan mati. Peraturan yang berlaku atas  manusia di alam ini adalah ajaran Allah lewat para utusan-Nya. Ketundukan manusia pada peraturan  di alam ini sifatnya  ikhtiyari  tidak ijbari. Oleh karenanya, Allah menjelaskan tentang haqiqat keberadaan mereka dalam firman-Nya, "Semua peraturan Allah yang berlaku di alam ini dan pada umat manusia  ditegakkan dengan adil dan se-imbang, " Allah  menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia Yang menegakkan keadilan" (Qs. Ali Imran, 3 : 18). Dia adil ketika membuat semua per-aturan yang ada,  karena  alasan yang telah disebut-kan pada tulisan  pertama terdahulu.
 
Keadilan Manusia
Manusia  sebagai khalifah Allah di muka bumi  ini diharapkan untuk menyerap sifat-sifat Allah dan me-neladani akhlak-akhlak-Nya. Nah, oleh karena sifat dan akhlak Allah yang paling dominan  dan menonjol adalah sifat ke-mahaadilan-Nya, maka  manusiapun harus dapat menyerap dan meneladani sifat adilnya Allah Ta’ala. Berbicara tentang keadilan manusia, da-pat kita bahas dari dua sisi; individual dan sosial.
1. Keadilan Individual
Added values (nilai tambah) yang ada pada ma-nusia  dan  tidak ada pada spesies makhluk lainnya terletak pada alam  ruhaninya, maka pembahasan tentangnya  lebih sering  disoroti  oleh  Islam ketim-bang  alam  materinya. Seperti yang telah disebutkan tadi, bahwa  alam ruhani manusia mempunyai se-perangkat  peraturan  yang adil dan seimbang, dan bahwasanya mengikuti  peraturan  tersebut merupa-kan ketundukan manusia pada peraturan tersebut ser-ta  tidak megikutinya  akan mengakibatkan tersesat, kehilangan  arah  dan mati. Maka apa gerangan per-aturan yang berlaku pada alam ruhani manusia, sehingga dia tidak tersesat, kehilangan arah dan mati?
Peraturan  yang  dimaksud  adalah  ajaran-ajaran Allah  yang tertuang dalam agama Islam, karena satu-satunya agama yang  Allah terima  hanya agama Is-lam, "Sesungguhnya agama  (yang diterima)Allah adalah Islam" (Qs. Ali Imran, 3: 19) dan "Barangsiapa mencari agama  selain  Islam, maka tidak akan di-terima dari-Nya"  (Qs. Ali Imran, 3: 85). Al-Quran me-nyebutkan tentang orang yang mengikuti  dan tunduk terhadap peraturan Allah sebagai orang yang ter-bimbing dan orang yang tidak mengikutinya akan tersesat dan kehilangan arah, Allah  berfirman "Maka jika datang  kepadamu petunjuk-Ku,  maka barang-siapa  mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka, dan barangsiapa berpaling dari per-ingatan-Ku (petunjuk-Ku), maka sesungguhnya bagi-nya kehidupan yang sempit dan Kami akan meng-himpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (Qs. Thaha, 20: 123-124).
Dan  pada  ayat yang lain, Al-Quran menjanjikan kepada  orang-orang yang  mengikuti peraturan Allah kehidupan  yang  baik, "Barangsiapa  beramal kebaik-an dari laki-laki maupun dari  wanita, sementara dia beriman, niscaya Kami hidupkan mereka dengan ke-hidupan yang baik" (Qs. An-Nahl, 16: 97).
Sehubungan dengan orang fasik, yaitu orang yang tidak mengikuti peraturan Allah, Imam ‘Ali bin Abi Thalib as. berkata, "Bentuk dia adalah bentuk manusia tetapi hati dia adalah hati  binatang. Dia tidak me-ngetahui pintu kebenaran sehingga diikutinya dan ju-ga tidak mengetahui pintu kebatilan sehingga dihin-darinya.  Itulah mayat yang hidup".(Nahj Al-Balaghah, khutbah 87).
Dalam disiplin ilmu akhlak, orang yang konsisten dan komitmen dengan  ajaran Islam secara utuh di- sebut adil. Adil berarti orang yang  tunduk dan me-ngikuti peraturan Allah yang berlaku di  alam ruhani-nya. Para guru akhlak dalam mendefinisikan keadilan berkata, "Keadilan adalah sebuah kebiasaan internal yang kuat (malakah, karakter) dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya untuk berkomitmen de-ngan takwa ".
Jadi menurut Islam seorang yang adil secara indi-vidual adalah seorang yang tunduk, thawaf dan meng-ikuti peraturan Allah  Ta’ala secara ketat, dan keadilan akhlaki-individual akan tercapai hanya dengan meng-ikuti agama Islam secara ketat dan konsisten.
 
2. Keadilan Sosial
Sisi  lain dari kehidupan manusia adalah kehidup-an eksternal dan kehidupan interaktif dengan dunia luarnya.  Dunia  eksternal merupakan  tempat ujian keadilan individual manusia. Oleh  karena itu keadilan individual sangat penting untuk  ditegakkan sebelum seseorang ingin mulai berkecimpung dalam dunia sosial. Sulit  untuk dipercaya bahwa seseorang ber-laku  adil  di  tengah masyarakatnya  sementara pada dirinya belum  ditegakkan  keadilan individual.
Islam  sebagai agama yang komprehensif tidak hanya  mengatur masalah-masalah ritual-ubudiyyah saja, tetapi  juga   mengatur kehidupan  kolektif  baik dalam bentuk keluarga,  organisasi  dan negara. Da-lam kehidupan kolektif yang interaktif  keadilan dan keseimbangan  sangat  dibutuhkan,  karena tanpa ke-adilan kehidupan  itu akan rusak, timpang, kacau, dan akan  dikotori dengan  monopoli, dominasi serta ke-pentingan-kepentingan  pribadi. Untuk menciptakan kehidupan sosial yang aman, damai dan harmonis dibutuhkan  seperangkat peraturan yang adil dan se-imbang.
Sesuai dengan  sifat  ke-mahaadilan-Nya, Allah te-lah  menurunkan  kepada umat manusia peraturan yang adil (lihat Qs. Al-Hadid, 57: 25),  yaitu Islam. Disamping itu, peraturan Ilahi itu saja tidak cukup, perlu ada orang-orang yang menjalankannya dengan benar. Oleh karena itu,  sepanjang sejarah manusia Allah mengutus  figur-figur  yang mampu member-lakukan peraturan-Nya dengan benar sebagai contoh yang harus diteladani (lihat Qs. Al-Baqarah, 2: 213). Mereka itu adalah para nabi dan para imam yang me-neruskan tugas para nabi.
Para nabi dan imam yang dipercayai oleh Allah untuk manjalankan peraturan-Nya  atas umat manusia dengan  benar  disyaratkan terlebih  dahulu  diri me-reka bebas dari  cacat ruhani-internal, atau  dengan kata lain mereka harus menjadi  seorang  yang  adil secara individual. Kalau tidak demikian, maka tiada jaminan bahwa mereka  itu  akan dengan benar dan adil  memberlakukan  peraturan Ilahi.  Atas dasar itu, para nabi dan imam harus  maksum  (bebas dari kesalahan dan dosa).
Dari keterangan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadilan sosial dan hukum akan tegak dengan dua syarat:  
Pertama, peraturan  atau undang-undang yang ber-laku adalah peraturan  dan undang-undang yang adil. Dan tidak ada peraturan yang lebih  adil dari per-aturan yang datang dari Allah Ta’ala."Tidakkah  Allah Penegak hukum yang paling Adil" (Qs. Al-Tin, 95: 8) dan "Dialah  sebaik-baiknya hakim (penguasa)" (Qs. Al- A’raf, 7: 87).
Kedua,  yang akan memberlakukan peraturan itu ada-lah  orang-orang yang telah teruji jiwa dan dirinya, atau dengan kata  lain, orang yang telah tegak dalam dirinya keadilan individual.  Oleh karena itu, yang pa-ling berhak untuk berkuasa adalah  orang-orang yang bersih seperti nabi, imam dan orang yang mengikuti mereka.

Wallahu 'alam