Nabi : Sang Insan Kamil
Ust. Husein al-Kaff

Siapakah Muhammad Saww.?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu diperjelas sudut pandang kita dalam melihat pribadi Nabi Muhammad Saww. Dari sisi mana kita memandang beliau. Karena tanpa itu, kita akan terjebak pada pandangan yang dingin terhadap beliau yakni suatu pandangan yang tanpa muatan penyucian (taqdis) dan penghormatan (tasyrif). Bahkan terkadang memandangnya hanya sebagai satu sosok manusia yang bernyawa, makan, minum, nikah, dan akhirnya mati. Titik.

Lalu, bagaimana seharusnya kita memandang pribadi Rasulullah Saww.? Memang, Rasulullah Saww. adalah seorang manusia sebagaimana saudara-saudaranya dari keturunan Adam. Akan tetapi, bukankah justru kemanusiaan seorang manusia tidaklah dilihat dari unsur jasmaninya (fisik)? Karena melihat manusia dari sisi jasmaninya, tidaklah lebih dari binatang yang juga bernyawa, makan, minum, nikah, dan mati.

Dengan demikian, kita harus melihat manusia dari sisi ruhani atau spiritualnya. Karena dari sisi inilah, manusia lebih mulia dari binatang. Dalam hal ini derajat manusia berbeda-beda.

Jika manusia dipandang dari sisi jasmaninya saja, kita tidak boleh membedakan seorang manusia dari manusia lain atau satu golongan manusia dari golongan lainnya, sebab manusia secara substansial adalah sama. Perbedaan fisik yang ada, sifatnya hanya aksidental, seperti warna kulit, ras, etnis, dan lain-lain.

Tidak demikian halnya, bila dipandang dari sisi ruhani, manusia mempunyai perbedaan dan tingkatan-tingkatan kemuliaan.

Allah Ta’ala berfirman : "Wahai manusia, Kami ciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian, adalah yang paling takwa." (QS Al-Hujurat : 13).

"Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan di antara kalian beberapa derajat." (QS Al-Mujadalah : 11).

Ayat pertama ingin menekankan bahwa perbedaan jenis kelamin, warna kulit, dan bangsa merupakan pertanda kebesaran Allah Ta’ala dan jangan dijadikan sebagai penyebab yang satu lebih mulia dari yang lain. Karena kemuliaan hanya dilihat dari ketakwaan, yang merupakan ciri spiritualitas seseorang, dan bukan dilihat dari ciri-ciri fisikal.

Demikian pula ayat kedua menjelaskan bahwa ketinggian derajat manusia diukur dari iman dan ilmu. Keduanya merupakan bagian dari unsur ruhani.

Jadi, andaikan saja kita tidak boleh melihat dan membedakan manusia dari unsur jasmani, maka alangkah naifnya jika kita melihat Rasulullah Saww dari sisi jasmani.

Kita harus melihat Nabi dari sisi ruhani, sehingga akan jelas siapa sebenarnya beliau : apakah beliau seperti manusia lainnya ?

Kemudian, apakah pantas kita mengatakan bahwa Muhammad Saww sama dengan kita, hanya karena beliau adalah manusia ?

Apabila kita bermaksud membicarakan pribadi Rasulullah saww, maka harus kita jauhkan unsur jasmaninya. Sebab jika tidak, berarti kita membicarakan – maaf-maaf – unsur kebinatangannya. Sehingga dengan menjauhkan unsur jasmaninya, kita dapat mendudukkan beliau pada proporsi yang sesuai dengan ketinggian ruhaninya.

Memang kita yakini, dari sisi jasmaninya pun beliau mempunyai banyak kelebihan, dan itu merupakan percikan sekian persennya saja dari kemuliaan ruhaninya yang sangat agung.

Nabi Muhammad Saww dalam Pandangan Allah Ta’alah
Lantaran keterbatasan dan kerendahan spiritual kita (manusia selain Rasulullah), maka sulit bagi kita untuk mengetahui siapakah Nabi Muhammad Saww itu ?

Benar adanya, apa yang dikatakan Imam Al-Bushiri dalam salah satu bait syair pujian beliau terhadap Rasulullah, yang termuat dalam kitab Al-Burdah, beliau berujar :

"Sungguh, keutamaan Rasulullah tiada dibatasi dengan batas yang dapat diungkap mulut manusia."

Yang paling layak dan benar melihat dan menilai Rasulullah Saww adala yang menciptakan beliau sendiri, yaitu Allah Ta’ala.

Marilah kita lihat bagaimana Allah Subhana wa Ta’ala memandang Rasulullah Saww.

  1. Dalam banyak ayat Alquran diterangkan, bahwa Muhammad adalah seorang nabi dan utusan Allah. Ini merupakan suatu kemuliaan yang tidak sembarangan orang dapat menggapainya.
  2. Kenabian adalah kedudukan spiritual yang sangat tinggi. Hanya manusia-manusia tertentu yang meraihnya. Dengan kedudukan ini, beliau dapat berkomunikasi langsung dengan Allah. Bahkan lebih dari itu, beliau telah mengalami perjalanan spiritual dan fisik yang tidak pernah dialami seorang manusia pun sebelum dan sesudahnya, yaitu Isra’ dan Mi’raj. Saya kira dengan pengangkatan Muhammad Saww, sebagai Nabi dan Rasul, cukup menjadi bukti bahwa beliau benar-benar mulia dan patut dimuliakan dan diagungkan, serta tidak bisa disetarakan dengan manusia lainnya.

    Begitu tingginya kedudukan beliau, sampai-sampai Allah menyertakan ketaatan kepada Nabi dengamn ketaatan kepada-Nya, dan mengikuti Nabi adalah syarat kecintaan kepada-Nya (Lihat Alquran, 3 : 31).

    Setelah itu, apakah kita pantas mengatakan bahwa Nabi sama dengan kita, hanya karena beliau seorang manusia ?

  3. Dalam Alquran surat Al-Ahzab ayat 21, Allah Ta’ala berfirman : "Sungguh bagi kalian pada diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik, bagi orang yang mengharapkan (ridha) Allah dan hari akhirat, serta banyak berzikir."
  4. Dalam Alquran surat Al-Qalam ayat 4, Allah Ta’ala berfirman : "Sesungguhnya engkau berada pada akhlak yang agung."
  5. Dalam surat At-Taubah ayat 128, Allah Ta’ala berfirman : "Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari (jenis) kalian. Berat terasa olehnya penderitaan kalian, yang sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian. Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin."
  6. Dalam surat Al-Insyirah ayat 4, Allah berfirman : "Dan Kami tinggikan sebutanmu (Muhammad Saww)."

Demikian pula, masih banyak ayat lainnya yang mengungkapkan keagungan Rasulullah Saww yang tidak mungkin dicantumkan semua dalam lembaran yang sangat terbatas ini.

Ungkapan-ungkapan di atas dan yang sejenisnya dalam Alquran keluar dari perkataan Sang Pencipta seluruh alam semesta. Sudah jelas, semua itu bukan sekadar basa basi, yang acapkali dilakukan oleh manusia ketika memuji yang lain. Karena Allah sama sekali tidak berkepentingan untuk menyanjung, dengan sanjungan yang sifatnya basa-basi atau mencari muka.

Seluruh ungkapan di atas benar-benar menjelaskan fakta yang sesungguhnya bahwa Nabi Muhammad Saww sebagai suri teladan untuk umat manusia. Beliau adalah seorang yang berakhlak agung dan luhur, dan beliau adalah seorang yang sangat penyayang dan pengasih terhadap umatnya. Adakah pujian dan sanjungan yang lebih tulus dan lebih benar, dari pujian dan sanjungan-Nya ?

Kalau saja Allah sedemikian tinggi memuji Rasulullah Saww lantas apakah kita diam tidak mengikuti sunatullah, karena alasan khawatir terjerembab ke dalam pengkultusan individu ?

 

Nabi Muhammad Saww Menurut Hadis
Ketinggian dan kebesaran Nabi Muhammad Saww banyak dikutip dalam berbagai kitab hadis. Kajian tentangnya membutuhkan tulisan yang khusus dan luas.

Mengenai keagungan dan kebesaran Nabi Muhammad Saww dapat kita lihat dalam kitab-kitab hadis dan sejarah beliau. Dalam lembaran yang sangat terbatas ini, hanya akan dikutip sebagian kecil saja dari hadis-hadis yang menceritakan ketinggian dan kebesaran beliau antara lain :

  1. Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq as berkata, "Suatu malam Rasulullah saww berada di rumah Ummu Salamah ra, salah seorang isteri beliau. Beliau mendatangi isterinya tersebut di tempat tidurnya. Kemudian beliau melakukan hubungan dengannya sebagaimana layaknya beliau lakukan dengan isteri-isteri lainnya.
  2. Setelah itu, Ummu Salamah mencari-cari beliau di sekitar rumahnya, sampai ia menjumpai beliau di sudut kamarnya dalam keadaan berdiri mengangkat kedua tangannya sambil menangis dan berucap :

    "Ya Allah, janganlah Engaku renggut kebaikan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku selama-lamanya.

    "Ya Allah, janganlah Engkau hibur daku dengan seorang musuh, dan janganlah pula dengan seorang yang dengki selamanya.

    "Janganlah Engkau kembalikan daku kepada kejelekan, yang telah Engkau selamatkan daku darinya selama-lamanya.

    "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan daku berserah diri kepada diriku sendiri, walau sekejap pun untuk selama-lamanya."

    Kemudian Ummu Salamah berpaling sambil menangis, hingga Rasulullah pun berpaling, lantaran mendengar tangisan isterinya tersebut. Lalu beliau bertanya kepadanya, "Gerangan apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Ummu Salamah ?"

    Ummu Salamah menjawab, "Demi ayah dan ibuku, bagaimana aku tidak menangis, sementara Tuan – dengan kedudukan yang telah Allah berikan kepada Tuan sekarang, yang mana Allah telah menjamin Tuan dengan ampunan atas dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan yang akan datang – masih memohon kepada-Nya, agar Dia tidak mengembalikan Tuan dalam kejelekan yang Tuan telah diselamatkan-Nya darinya untuknya selama-lamanya, dan agar tidak menjadikan Tuan berpasrah diri kepada diri Tuan sendiri walau sekejap pun, untuk selama-lamanya ?"

    Rasulullah Saww balik bertanya, "Wahai Ummu Salamah, apa yang dapat menjadikan aku aman (dari azab Tuhan) ? Sungguh Yunus bin Matta telah berserah diri kepada dirinya sendiri untuk sekejap mata, maka terjadilah apa yang pantas terjadi pada dirinya."

  3. Al-Husein bin Ali, ketika menjelaskan tentang kekhusyukan Rasulullah saww dalam shalatnya, beliau berkata : "Rasulullah Saww menangis hingga air matanya membasahi tempat shalatnya. Tidak syak lagi hal itu disebabkan rasa takut beliau kepada Allah Swt."
 
Nabi Muhammad Saww Menurut Pandangan Imam Ali bin Abi Thalib as.
Sengaja kami kutip komentar Imam Ali as mengenai Rasulullah Saww karena Ali adalah seorang sahabat yang paling dekat dengan beliau dan paling kenal kepada beliau.

Imam Ali bin Abi Thalib as ketika menerangkan pribadi Rasulullah Saww berkata :

"Ikutilah Nabimu yang paling baik dan suci. Karena pada dirinya terdapat suri teladan bagi yang meneladaninya, dan tempat berduka yang paling duka. Hamba yang paling Allah cintai, adalah orang yang meneladani Nabi-Nya dan yang mengikuti jejaknya.

"Dia telah melepaskan dunia dan tidak memedulikannya. Dia adalah penghuni dunia yang paling kurus dan paling sering lapar. Telah ditawarkan kepadanya dunia, namun dia enggan menerimanya. Dia mengetahui bahwa Allah tidak menyukai sesuatu, maka diapun tidak menyukainya. Allah meremehkan sesuatu, maka dia pun meremehkannya, dan jika Allah menganggap kecil sesuatu, maka diapun menganggapnya kecil.

"Sekiranya yang kita cintai adalah sesuatu yang Allah dan Rasul-Nya murkai, dan yang kita besarkan adalah sesuatu yang oleh Allah dan Rasul-Nya kecilkan, maka itu cukup menjadi bukti penolakan dan penentangan kita terhadap perintah Allah.

"Rasulullah Saww adalah orang yang makan di atas tanah, yang duduk laksana duduknya seorang budak, yang menambal sandalnya dengan tangannya sendiri, yang menjahit bajunya dengan tangannya sendiri, yang mengendarai keledai yang tak berpelana dan yang membawa tumpangan di belakangnya.

"Pernah suatu hari di atas pintu rumahnya dipasang tabir bergambar. Lalu beliau berkata kepada salah seorang isterinya, "Wahai `Fulanah, hilangkan tabir itu dariku, karena aku jika melihatnya, maka aku akan ingat dunia dengan segala keindahannya."

Dia berpaling dari dunia dengan hatinya, mematikan ingatan kepada dunia dari dalam jiwanya dan menyukai hilangnya hiasan dunia dari pandangannya, agar dia tidak menjadikan perhiasan darinya, menganggapnya kekal dan mengharapkan kesempatan darinya. Maka dia keluarkan (cinta) akan dunia dari jiwanya. Dia enyahkan hal itu dari dari hatinya, serta dia hilangkan semua itu dari perhatiannya."

Kesimpulan

Setelah kita melihat bagaimana tinggi dan agungnya pribadi Rasulullah Saww dari sisi ruhaninya, lantas apakah hati kita tidak tergerak untuk menyatakan kekaguman dan keterpesonaan terhadap beliau, dengan memuji dan menyanjungnya ?

Sungguh telah banyak orang yang terpesona dengan keindahan akhlak beliau dan berdecak kagum dengan kepribadian beliau sepanjang sejarah umat manusia. Kekaguman itu mereka ungkapkan ke dalam puisi-puisi, pembacaan-pembacaan maulud dan manaqib Rasulullah Saww.

Merekalah yang benar-benar memahami arti sebuah kebesaran dan keindahan. Entahlah kita, apakah termasuk dari orang yang enggan karena malu, atau karena hati yang keras, sehingga tidak mengenal arti keindahan dan kebesaran pribadi beliau, serta menganggap bahwa memuji dan menyanjung beliau sebagai pengkultusan individu ? []

Kitab Rujukan :

  1. Al-Quran Al-Karim dan terjemahnya, terbitan Departemen Agama RI
  2. Tashnif Nahj Al-Balaghah, karya Labib Baidhun
  3. Rasulullah Saww, karya Ali Muhammad Ali.