MASALAH HIJAB

Sekaitan dengan diskusi tentang masalah keadilan sosial dalam Islam, kita akan membahas pakaian wanita, karena masalah ini menentukan nasib masyarakat Islam. Dari satu sisi masalah ini dapat dibicarakan secara bebas dalam diskusi kita tentang masalah keadilan sosial, karena mereka yang menentang Islam dan prinsip-prinsip agama Islam menyatakan bahwa pakaian yang diajukan agama Islam bagi kaum wanita dan kebebasan yang dimiliki kaum pria dalam masalah ini merupakan suatu ketidakadilan terhadap pihak kaum wanita. Masalah pakaian wanita dan pelaksanaan hijab (busana muslimah) bukanlah masalah baru. Dalam masalah ini Islam memiliki suatu sistem pendidikan yang bebas yan paling logis dan paling baik metodenya di seluruh dunia.
Sekarang kita dapat saksikan dua mode pakaian : yang satu sungguh-sungguh pelaksanaan nonhijab dan nudisme (ketelanjangan) yang dipropagandakan dunia Barat dan ditiru oleh bangsa Timur.
 
Yang kedua adalah hijab. Ada dua bentuk busana hijab yakni : (i) bentuk yang diwajibkan dalam Islam, dan (b) yang dipakai oleh mereka yang jalan pikirannya keliru dan yang berusaha memaksakan ide-idenya pada masyarakat. Sampai tingkat tertentu bentuk yang kedua ini bersifat Islam, namun seseorang tak boleh memaksakannya pada wanita-wanita yang berada di bawah panji Islam. Oleh sebab itu, dalam diskusi ini kita menghadapi dua sisi, yang satu termasuk bangsa Timur dan Barat yang menentang hijab, dan yang lain, golongan yang menganggap hijab Islami tidaklah cukup. Untuk lebih berhati-hati, mereka melaksanakan hijab dengan cara yang berbeda-beda, yang berlebihan, yang menimbulkan banyak problema. Sekarang masyarakat memerlukan suatu cara yang Islami dan umat Islam ini seharusnya menjadi rumah Islam yang bersih, maka tidaklah pantas bagi kita untuk mengikuti suatu jalan ekstrem yang akan menghalangi kita dalam menyiarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Ini akan menjadi rintangan di jalan kita. Kita mengandalkan Islam yang memiliki kekuatan untuk mengurus seluruh dunia, dan karenanya, dalam masalah ini, kita tak boleh menjadi pengikut suatu cara yang diislamkan sendiri. Barangkali mereka yang berpikir demikian ingin menjadi lebih Islam dari semestinya.
 
Pendapat Syahid Murtadha Muthahhari
Telah banyak ditulis buku-buku dan artikel-artikel yang membicarakan masalah hijab, tetapi menurut pendapat saya, apa yang ditulis Syahid Muthahhari adalah karya terbaik yang sekaitan dengan masalah ini, pantas dikatakan lengkap dan luas. Jika tulisan Muthahhari itu dimiliki semua orang, persoalan ini tidak perlu dikhotbahkan lagi. Kebanyakan orang membutuhkan informasi yang berkaitan dengan masalah ini.
 
Hijab Menurut Suatu Pandangan Alquran
Almarhum Syahid Muthahhari yakin bahwa kata hijab itu tidak cocok. Menurut bahasa Arab, hijab berarti tirai (kain penutup), dan bila kata ini digunakan dalam arti "penutup", akan memberi kesan seakan-akan wanita ditutup di balik tirai pemisah. Kata hijab memang digunakan dalam Kitab Suci Alquran, tetapi ayat-ayat yang berkenaan dengan hijab menyebutkan tingkat penutup tanpa menggunakan kata hijab. Ayat-ayat yang menggunakan kata hijab itu berbicara tentang istri-istri Rasulullah Saww :
Bagaimanapun juga, ayat-ayat yang menggunakan kata hijab ialah : "...Apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (hijab)." (QS. An-Nuur, 35 : 53).
 
Dalam buku-buku terbitan terakhir, kata-kata ini telah menjadi lazim, dan kita tak dapat memisahkan diri dari kata ini. Tetapi, harus diingat, bahwa penggunaan kata hijab dalam diskusi kita ini tidak mengandung arti "pemisahan diri" ataupun larangan bagi kaum wanita untuk keluar rumah, melainkan berarti "penutup".
 
Mereka yang telah menjalankan riset tentang Islam, di luar negeri, yakin bahwa hijab adalah pakaian impor. Mereka mengatakan bahwa wilayah-wilayah non-Islam seperti di antara golongan Yahudi, di mana kita dapati peraturan-peraturan serius yang berkaitan dengan pakaian wanita dan di antara bangsa Iran yang hidup pada pemerintahan Sasanid (tentu saja tidak semua bangsa Iran), wanita-wanita lain biasanya bekerja tanpa mengenakan hijab. Mereka juga mengatakan bahwa ketika Islam meraih kemenangan, tradisi mereka mendapat jalan menuju ke negara-negara Islam, dan kaum Muslimin juga menerima hijab. Ini sungguh-sungguh keliru. Mereka yang berkata demikian tidak pernah membaca atau mempelajari Kitab Suci Alquran dan melihat apa yang dikatakan Kitab ini berkaitan dengan berkenaan dengan wanita. Kitab Suci ini diwahyukan sebelum kaum Muslimin pergi ke Romawi dan ke Iran dan sebelum mereka berhubungan dengan bangsa India. Memang di Medinah, bangsa Yahudi telah berhubungan dengan kaum Muslimin, tetapi hijab yang dipilih kaum Muslimin tidak serupa dengan hijab bangsa Yahudi.
 
Sejarah Hijab
Hijab tidak terdapat di antara suku Arab Badui pada zaman jahiliah. Ketika Rasulullah terpilih sebagai utusan Allah, tidak ada hijab dalam pakaian bangsa Arab. Sedang bangsa Yahudi mempunyai hijab, bahkan sampai masa Rasulullah berada di Makkah, di sana tidak ada penutup atau satr. Selama masa dua tahun yang pertama pun, di Madinah tidak ada hijab, dan ayat-ayat yang berkaitan dengan hijab turun beberapa tahun setelah hijrahnya Rasulullah Saww.
 
Diceritakan bahwa seorang Muslim yang taat sedang menelusuri sebuah jalan ketika ia melihat wanita yang mengenakan syal yang menampakkan lehernya. Pria ini sangat terpesona kepadanya. Ketika ia berjalan sambil melihatnya, kepalanya membentur sebatang kayu yang menonjol ke luar dinding. Dia pergi langsung menghadap Rasulullah (saww) dan menceritakan pengalaman itu pada beliau. Dikisahkan bahwa pada saat itulah ayat-ayat yang berkaitan dengan hijab diturunkan. Sungguh, sebelum kitab suci Alquran diturunkan, tidak ada kewajiban bagi kaum Muslimin (pengikut para nabi) untuk mengenakan hijab. Bagaimanapun juga ada wanita-wanita yang memiliki kesucian (kesederhanaan) alami dan telah memilih suatu model hijab bagi mereka sendiri. Masalah hijab bersumber dari kitab suci Alquran dan tidak diilhami dari sumber lainnya.
 
Pengertian yang Benar tentang Pakaian Islam
Dokumen yang menunjukkan tingkat pakaian Islam, seperti kisah-kisah dan perilaku anggota keluarga Nabi dan keluarga-keluarga para Imam dapat diperoleh dengan cukup. Saya pikir bila batas dan tingkatan ini diterapkan dalam masyarakat dengan benar dan bila masyarakat kita mengerti tingkat hijab ini, kita tidak akan menghadapi masalah nudisme (ketelanjangan) dan masalah tidak mengamalkan hijab. Orang akan dengan mudah menyukainya, menerimanya, dan berbuat yang sesuai dengannya.
 
Masalah-masalah yang dihadapi Barat dan Timur saat ini dapat dipecahkan secara mudah dengan cara ini, dan para pemikir di seluruh dunia yang telah muak dengan kejahatan yang telah menjadi lazim ini akan tertarik padanya. Hal ini akan menjadi sukses asalkan kita menjalankannya dengan benar seperti tuntunan Rasulullah Saww. Paling tidak sampai batas tingkatan penutup. Harus diingat bahwa dunia telah bosan pada situasi sekarang ini dan haus akan penjelasan yang berkaitan dengan hijab, yang harus kita penuhi.
 
Jaksa Agung Amerika Mengingatkan Rakyatnya akan Kebobrokan
Belum lama ini [sekitar tahun 1989 -red.] Jaksa Agung Amerika menyajikan sebuah laporan lengkap tentang masalah seksual dan memperingatkan rakyatnya akan bahaya kejahatan yang semakin meningkat.
 
Menurut laporan ini, 2375 masalah, 725 buku, dan 2370 film porno telah ditinjau kembali. Di perindustrian yang berkaitan dengan seks, film yang tak terhingga banyaknya telah diproduksi oleh industri-industri film dengan menggunakan biaya milyaran dolar. Jika kita mengatasi masalah ini dengan benar, berdasarkan etika Islam, kita akan membangun sebuah masyarakat yang kuat. Dengan demikian, menjamin masyarakat dan keluarga yang sehat, dan ini akan menjadi pelajaran yang baik bagi dunia kita.
 
Dalam diskusi ini kita lihat apakah para wanita yang terperangkap ke dalam nudisme itu bebas ataukah mereka itu meringkuk dalam berbagai larangan yang membuat mereka sangat menderita dan mengganggu pribadi mereka. Seorang wanita Muslimah dengan hijabnya, yang sebenarnya memiliki hak-hak Islami dianggap sebagai manusia yang paling bebas dalam masyarakat.
Bukanlah maksud Islam untuk memenjarakan kaum wanita. Kewajiban untuk menutup aurat, yang telah ditetapkan dalam Islam bagi kaum wanita, tidak perlu diartikan bahwa mereka tak boleh meninggalkan rumah.
 
Bagian yang harus ditutup, yang diterima oleh semua ulama, meliputi segalanya yang harus ditutup kecuali wajah dan tangan. Cadar tidak dikatakan sebagai satu-satunya bentuk hijab dalam Islam. Cadar bukannya tidak Islami; tetapi cadar benar-benar Islami dan merupakan suatu pakaian penutup aurat yang sangat baik dan kami mendukung mereka yang mengenakan cadar sebagai pakaian mereka. Dada, leher, dan lengan hingga pergelangan tangan harus ditutup. Mereka yang tidak mengenakan cadar tetapi mengenakan pakaian longgar yang benar-benar menutupnya, menurut Islam tidak berarti tanpa hijab.
 
Memamerkan rambut, leher, kaki, ataupun lengan di atas pergelangan tangan itu dilarang, dan memperlihatkan itu semua di depan umum dianggap suatu dosa. Warna pakaian yang dikenakan sebaiknya tidak menggairahkan orang lain. Kesalehan kaum wanita, kesalehan keluarga dan masyarakat itu sebagian besar untuk kepentingan diri mereka sendiri. Sehubungan dengan hal ini, seharusnya kita melaksanakan perintah-perintah Islam sedikit demi sedikit sehingga mencapai suatu tingkatan di mana kita dapat menerima, menaruh toleransi dan pada akhirnya mengikuti dan mengamalkannya dengan kemauan sendiri. []
 
(Sumber : Yaum al-Quds No. 27 Dzulhijjah 1410).