Nabi Muhammad Saww. : Rahmat Bagi Alam Semesta
Abdul Hakim*

Pada bulan Rabiul Awwal ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, umat Islam di berbagai belahan dunia, kembali akan memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad Saww. Mengapa umat Islam merasa perlu untuk memperingati hari kelahiran Nabi, padahal seperti umumnya kita ketahi Nabi Saww tidak memerintahkannya ?
Ada beberapa versi sejarah mengenai kapan maulid Nabi diperingati orang. Sayyid Rasyid Ridha, misalnya, mengatakan bahwa orang pertama yang mengadakan pertemuan untuk membacakan sejarah maulud (kelahiran) Nabi adalah salah satu dari raja Syakas di Mesir. Menurut beberapa keterangan lainnya, orang pertama yang mengadakan maulud di Mesir adalah kekhalifahan Fathimiyyah. Namun ada juga pandangan lain yang menyatakan bahwa perhatian terhadap hari-hari besar, telah dimulai sejak masa Nabi Saww., oleh Rasulullah Saww. sendiri.
Apapun versi yang kita ikuti barangkali tidak terlalu penting untuk diperdebatkan. Namun, ada sau hal yang kiranya perlu kita tekankan dan kedepankan, bahwa kelahiran Nabi sesungguhnya merupakan salah satu rahmat terbesar yang telah dilimpahkan Allah Swt atas alam dan umat manusia keseluruhannya.
 
Manusia Rahmat
Allah Swt menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saww diutus sebagai "rahmat bagi alam semesta" (QS Al-Anbiya, 21 : 107). Annemarie Schimmel dalam Dan Muhammad adalah utusan Allah, mengatakan : "kalimat-kalimat Alquran semacam itu merupakan dasar bagi pemuliaan Muhammad yang jauh melampaui penghormatan yang biasanya diberikan kepada seorang Nabi, dan bahkan kini kaum Muslim yang taat tidak akan pernah menyebutkan sesuatu yang dimiliki oleh atau berkaitan dengan Nabi tanpa menambahkan atribut syarif ("mulia")."
Apa yang diungkapkan Schimmel itu amat menggugah hati dan keingintahuan lebih mendalam tentang pribadi Rasul mulia itu. Di samping ayat yang dikutip di atas, bertebaran ayat-ayat lain di dalam Alquran yang menunjukkan ketinggian pribadi dan kemuliaan akhlak Nabi. Salah satu ayat paling populer yang sring dibaca orang dalam berbagai kesempatan adalah : "Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman, ucapkanlah shalawat dan salam kepadanya dengan sempurna." (QS Al-Ahzab, 33 : 56).
Salah satu makna shalawat adalah "rahmat". Jadi, ketika Allah bershalawat kepada Nabi mengandung arti bahwa Dia senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada Nabi. Dengan demikian, Nabi Muhammad dapat disebut sebagai "manusia rahmat", karena dalam dirinya selalu tercurah rahmat Allah dan kemudian rahmat tersebut Dia sebarkan bagi seluruh umat manusia. Sehingga, dengan demikian, layaklah kalau beliau disebut sebagai pembawa "rahmat bagi semesta alam".
Sementara itu, agar manusia dapat menyerap rahmat Nabi, tidak ada jalan lain kecuali dengan mencintai dan mengikuti teladan beliau. Untuk menanamkan kecintaan kepada Nabi, maka kita pun diperintahkan pula oleh Allah untuk bershalawat kepadanya. Jadi, shalawat atas Nabi merupakan sarana bagi kita untuk menerima curahan rahmat Allah sebagai konsekwensi dari keimanan kepada Allah dan Nabi-Nya. Adapun rahmat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi dinyatakan dalam firman-Nya : "Dan kamu tidak pernah mengharap agar Alquran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah kamu sekali-kali menjadi penolong bagi orang-orang kafir." (QS Al-Qashash, 28 : 86). Jadi, kecintaan kita kepada Nabi agar memperoleh rahmat Allah, pertama-tama harus ditujukan kepada kecintaan dan keterikatan kita pada Alquran. Dan, untuk dapat mengikuti Alquran mestilah mengikuti Nabi. Karena, seperti dinyatakan dalam hadis, akhlak Nabi adalah Alquran. Ini mengandung arti bahwa seluruh kepribadian Nabi merupakan gambaran hidup dari Alquran, dan dengan demikian ini merupakan bentuk konkret dari pengamalan ajaran Islam.
Berikutnya, kecintaan kepada Nabi dan risalah yang di bawahnya harus diikuti dengan kecintaan kepada keluarga Nabi (Ahlul Bait). Alquran mengatakan, "katakan (hai Muhammad), ‘Tidaklah aku meminta upah atas seruanku, melainkan kecintaan kepada keluargaku.’" (QS Asy-Syura, 42 : 23). Ahlul bait Nabi merupakan pasangan dari Alquran. Kesucian mereka dijamin oleh Allah (QS.33:33), sehingga mereka menjadi tolak ukur dalam pengalaman ajaran Alquran dan sunnah Nabi. Oleh karena itulah Nabi saww. bersabda: "Cintailah Allah atas limpahan nikmat-Nya kepadamu. Cintailah aku karena kecintaanmu kepada Allah. Dan cintai ahlil bait-ku karena kecintaan kepadaku." (Bihar Al-Anwar 70: 14). Mengomentari hadis ini Jalaluddin Rakhmat dalam "Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-renungan Sufistik" mengatakan, "Inilah logika keicnaan yang agung. Dari kecintaan kepada Allah, kita mencintai Rasulullah. Dari kecintaan kepada Rasulullah, kita mencintai keluarganya. Dari kecintaan kepada keluarganya, kita akan mencintai apa yang mereka cintan."
Alquran dan ahlul bait adalah dua rahmat Allah yang ditinggalkan Nabi kepada kita untuk dijadikan pegangan hidup yang akan menuntun manusia pada jalan keselamatan. Melalui Alquran kita dapatkan kebenaran ajaran dan risalah ilahiah yang dibawa Rasulullah, dan melalui ahlul bait Nabi kita dapatkan contoh nyata penerapan ajaran Alquran dan Sunnah Nabi secara benar dan konsekwen.
Dengan demikian, ari dan makna maulid Nabi bagi umat Islam adalah sebagai saana untuk memupuk dan menanamkan kecintaan kepada Nabi dengan mengingat kembali sejarah perjuangan beliau dan meneladani akhlak serta kepribadian beliau, melalui dua pusaka yang ditinggalkannya: Alquran dan ahlul bait.
 
(Penulis adalah pengkaji masalah Islam, bermukim di Prabumulih).