TAFSIR SURAH AL-IKHLASH

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
Katakanlah ! Dia Allah Yang Satu. Allah ash-Shamad. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Dan tidak ada yang setara bagi-Nya. (QS. 112 : 1-4)

Sebab Turunnya

Imam Ja'far ash-Shadiq as telah berkata : "Ada beberapa orang Yahudi bertanya kepada Rasulullah Saww . Mereka berkata : 'Nisbahkablah Rabb-mu kepada kami.' Selama tiga hari beliau tidak menjawab pertanyaan mereka, kemudian turunlah surah : 'Qul Huwallâhu ahad...'" (HR Al-Kulaini).

Keutamaannya

Al-Ikhlash memiliki banyak keutamaan di antaranya : jika dibaca bisa mengurangi dosa-dosa, menambah pahala, mencegah kejahatan seseorang yang hendak berbuat zalim kepada kita, menarik simpati malaikat, dan mendatangkan rasa aman. Hal ini tentu saja jika nilai-nilai yang terkandung di dalamnya diaplikasikan di dalam kehidupan kita.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saww telah bersabda : "Qul Huwallâhu ahad adalah sepertiga Alquran." (Tafsir Ad-Durr Al-Mantsur).

Imam Ali bin Abi Thalib as telah berkata : "Barangsiapa yang membaca Qul Huwallâhu ahad sebanyak sebelas kali setelah selesai shalat shubuh, maka dia pada hari itu tidak diikuti dosa." (Tsawabul 'Amal).

Diriwayatkan dari Amirul Mukminin [Ali bin Abi Thalib] as bahwa Rasulullah Saww bersabda : "Barangsiapa yang membaca Qul Huwallâhu ahad seratus kali ketika berbaring hendak tidur, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya selama lima puluh tahun." (Tsawabul 'Amal).

Imam Ja'far ash-Shadiq berkata : "Barangsiapa menuju tempat tidurnya, lalu dia membaca sebelas kali Qul Huwallâhu ahad..., niscaya Allah menjaganya di dalam rumahnya dan di tempat-tempat yang ada di sekitarnya." (Tsawabul 'Amal).

Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya as bahwa Nabi Saww telah men-shalatkan atas (jenazah) Sa'd bin Mu'adz, lalu beliau bersabda : "Ada sembilan puluh ribu malaikat yang ikut menshalatkan di antara. Di antara (malaikat) yang ikut menshalatkan atasnya adalah Jibrail as. , lalu aku bertanya kepadanya : 'Wahai Jibrail, mengapa Anda menshalatkannya ?' Dia berkata : 'Karena dia suka membaca Qul Huwallâhu ahad...dalam keadaan berdiri dan duduk, dalam keadaan berkendaraan dan berjalan dan dalam keadaan pergi dan datang.'" (Tsawabul 'Amal).

Tafsirnya

Qul Huwallâhu Ahad

Imam Muhammad al-Baqir as telah menafsirkan firman Allah Yang Mahatinggi yakni Qul Huwallâhu ahad. Qul (Katakanlah) yaitu jelaskanlah apa-apa yang telah Kami wahyukan dan apa-apa yang telah Kami kabarkan kepadamu dengannya dengan susunan huruf yang telah Kami bacakan kepadamu agar dengannya orang yang mau mendengar dan dia yang menyaksikan mendapat petunjuk.

Huwa (Dia). Huwa adalah sebuah nama yang ditujukan kepada yang gaib, huruf 'Ha' yang ada pada 'Huwa' adalah 'tanbih' atau peringatan atas makna yang tetap, wawunya isyarat kepada yang gaib yang tidak dapat dijangkau oleh indra, berbeda dengan ucapan Anda "ini" yang menunjukkan kepada yang tampak (syahid) yang dapat dijangkau oleh indra, dan yang demikian itu bahwa orang-orang kafir telah mengingatkan orang lain tentang tuhan-tuhan mereka dengan kata tunjuk yang mengisyaratkan kepada yang tampak yang dapat dijangkau oleh indra, mereka berkata : Inilah tuhan-tuhan kami yang bisa disembah yang dapat dicapai dengan penglihatan, maka tunjukkanlah olehmu kepada kami wahai Muhammad kepada tuhan kamu yang kamu menyeru (manusia) kepada-Nya sehingga kami melihat-Nya, mendapatkan-Nya dan tidak merasa lemah untuk memperoleh-Nya', kemudian Allah Yang Mahaberkah dan Mahatinggi menurunkan Qul Huwallâhu ahad..., maka 'Ha' mengingatkan kepada yang tetap dan "wa" isyarat kepada yang gaib yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan dan yang tidak bisa disentuh oleh indra dan bahwa Dia Mahatinggi dari yang demikian, bahkan Dia yang mencapai penglihatan dan menciptakan indra.

Huwa (Dia bagi Allah) adalah "nama yang agung". Imam Ali as telah berkata : "Semalam sebelum terjadi perang Badar, saya mimpi berjumpa dengan (Nabi) Khidir, lalu saya berkata kepadanya : 'Ajarkan kepadaku sesuatu yang dengannya saya memperoleh kemenangan atas musuh.' Dia berkata kepadaku : 'Ucapkanlah Yâ Huwa yâ man lâ Huwa illa Huwa' (Wahai Dia, wahai yang tidak Dia selain Dia). Ketika pagi datang saya ceritakan mimpi tersebut kepada Rasulullah Saww, lalu beliau berkata kepadaku : 'Wahai Ali,, engkau telah diajari nama yang agung.'"

Pada waktu perang Shiffin (antara Imam Ali dan Mu'awiyyah), Imam Ali as membaca Qul Huwallâhu ahad...", lalu setelah dia selesai membacanya, beliau mengucapkan : "Ya Huwa ya man lâ Huwa illa Huwa ighfirlî wa unshûrnî 'alal qaumil kâfirîn. (Wahai Dia Wahai Dzat yang tiada Dia selain Dia, ampunilah aku dan tolonglah aku terhadap kaum kafir)." Imam Ali mengalahkan pasukan Mu'awiyah.

Ammar bin Yasir bertanya kepada Imam Ali : "Wahai Amirul Mukminin, apa ungkapan kalimat ini ?" Beliau menjawab : "'Nama Allah Yang Agung, tiada tauhid selain Dia', lalu beliau membaca ayat Alquran (yang artinya) : 'Allah bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia.'(QS 2: 18).

Allah. Imam Ali as berkata : "Allah maknanya yang diibadati (ma'bud), yang tak berdaya dan lemah seluruh makhluk untuk mencapai mahiyah-Nya, yang tertutup dari pencapaian penglihatan dan yang terhijab dari angan-angan dan pikiran."

Imam Muhammad al-Baqir as berkata : "Allah maknanya yang diibadati yang lemah seluruh makhluk dalam mencapai esensi-Nya dan lemah untuk mengetahui kebagaimanaan-Nya."

Ahad. Ahad dan wahid artinya sama yakni satu. Satu bagi Allah adalah bukan satu sebagai pembuka bilangan, yaitu ada dua, tiga, empat, dan seterusnya, bukan satu yang bisa dibagi sehingga ada seperdua, sepertiga, seperempat, dan sebagainya, dan bukan pula satu yang terdiri dari beberapa unsur, seperti halnya manusia terdiri dari ruh dan jasad. Jadi, satu bagi Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan satu bagi makhluk-Nya.

Imam Muhammad al-Baqir as telah mengatakan : "Ahad itu tunggal yang menyendiri, ahad dan wahid itu maknanya sama yaitu yang menyendiri yang tidak ada saingan bagi-Nya."

Imam Ali as berkata kepada seorang Arab : "Wahai A'rabi, sesungguhnya ucapan yang mengatakan Allah itu bisa terbagi kepada empat bagian : dua bagian tidak boleh atas Allah Azza wa Jalla, dan dua bagian tetap pada-Nya. Adapun dua yang tidak boleh atas-Nya adalah ucapan seseorang : satu yang dia maksudkan dengannya pembuka bilangan, maka ini yang tidak boleh karena tidak ada yang kedua bagi-Nya, Dia tidak masuk pada pembuka bilangan. Tidakkah Anda perhatikan bahwa telah kufur orang yang mengatakan : 'yang ketiga dari yang tiga.' Dan yang keduanya adalah ucapan seseorang yang mengatakan : Dia satu dari manusia yang dia maksudkan dengan-Nya adalah macam dari jenis, maka ini tidak boleh atas-Nya karena yang demikian itu tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya), Mahamulia Rabb kita dan Mahatinggi. Ada dua wajah yang tetap pada-Nya adalah ucapan yang mengatakan : Dia adalah satu yang tidak ada penyerupaan bagi-Nya pada segala sesuatu, begitulah Rabb kita. Kedua, perkataan yang mengatakan : Sesungguhnya Dia Yang Mahaagung dan Mahamulia Ahadiyyul ma'na (kesatuan makna), yakni yang dimaksudkan dengannya ialah bahwa Dia tidak terbagi kepada wujud, akal, dan pikiran. Begitulah tentang Rabb kita Azza wa Jalla." (Tawhid 83 - 84).

Ash-Shamad. Telah berkata Imam Muhammad al-Baqir as : "Adalah Muhammad putra al-Hanafiyyah (Allah rela kepadanya) berkata : 'Ash-Shamad adalah yang berdiri sendiri yang cukup dari selain-Nya, ash-Shamad adalah Yang Mahatinggi dari alam semesta dan dari kerusakan dan ash- Shamad adalah yang tidak disifati dengan perubahan.'"

Imam Muhammad al-Baqir as berkata : "Ash-Shamad adalah sayyid yang ditaati, yang tidak ada di atasnya yang memerintah dan yang melarang."

Imam Ali Zainul Abidin as telah ditanya tentang ash-Shamad. Beliau berkata : "Ash-Shamad ialah yang tidak ada sekutu bagi-Nya, yang tidak lemah menjaga sesuatu dan tidak terlepas (pengawasan) sesuatu dari-Nya."

Wahab bin Wahab al-Quraisyi telah berkata : 'Ash-Shadiq Ja'far bin Muhammad telah menyampaikan hadis kepadaku dari ayahnya al-Baqir dari ayahnya as bahwa orang-orang Bashrah telah menulis surat kepada al-Husain bin Ali as. Mereka bertanya kepadanya tentang ash-Shamad, lalu beliau menulis surat kepada mereka : 'Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Maha Pengasih. Adapun kemudian, maka janganlah kalian bermain-main tentang Alquran, dan janganlah kalian berbantah-bantahan tentangnya dan janganlah kalian berbicara tentangnya tanpa ilmu, karena sesungguhnya aku telah mendengar kakekku Rasulullah Saww bersabda : 'Barangsiapa yang berkata tentang Alquran tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduknya dari api neraka'. Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci telah menafsirkan ash-Shamad. Dia berfirman : 'Allahu Ahad Allah ash-Shamad' kemudian Dia menafsirkan dengan firman-Nya : 'Lam yalîd wa lam yûlad wa lam yakun lahu kufuwan ahad.'

Lam yalîd (Dia tidak melahirkan). Artinya, dia tidak keluar dari-Nya sesuatu yang kasar seperti anak dan segala sesuatu yang kasar yang lazim keluar dari makhluk-makhluk, dan Dia tidak keluar dari sesuatu yang lembut serta halus seperti nafas, dan tidak bercabang dari-Nya badawat seperti ngantuk, tidur, merasa, pilu, sedih, gembira, tertawa, menangis, takut, mengharap, benci, cinta, sum'ah, lapar, dan kenyang. Dia Mahasuci keluar darinya sesuatu dan lahir dari-Nya sesuatu baik yang kasar maupun yang halus.

Wa lam yûlad (Dan Dia tidak dilahirkan). Artinya, Dia tidak lahir dan tidak keluar dari sesuatu sebagaimana keluarnya segala sesuatu keluar dari sesuatu, hewan keluar dari hewan, tumbuh-tumbuhan dari bumi, air dari mata air, buah-buahan dari pohon. Dan tidak sebagaimana keluarnya segala sesuatu yang halus dari pusat-pusatnya seperti penglihatan keluar dari mata, pendengaran keluar dari telinga, penciuman dari hidung, rasa dari mulut, ucapan dari lidah, pengetahuan dan tamyiz (dapat membedakan) dari hati dan seperti api keluar dari batu. Tidak, bahkan Dia Allah Ash-Shamad yang tidak dari sesuatu, tidak pada sesuatu, dan tidak di atas sesuatu. Dia yang mengadakan dan menciptakan segala sesuatu dan Dia yang membentuk segala sesuatu dengan kekuasan-Nya. Menuju kepada kehancuran apa-apa yang telah Dia ciptakan untuk fana (binasa) dengan Kehendak-Nya, dan akan kekal apa yang Dia ciptakan untuk kekal dengan ilmu-Nya, maka yang demikian itu adalah Allah ash-Shamad yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, yang mengetahui yang gaib dan syahadah, Yang Mahabesar dan Mahatinggi dan tidak ada yang sekufu bagi-Nya satupun.

Takwilnya. Keutamaan Imam Ali as dimisalkan dengan keutamaan surah ini Ibnu Abbas ra telah berkata : "Telah bersabda Rasulullah Saww : 'Wahai Ali, tiada lain perumpamaan dirimu di tengah-tengah manusia itu melainkan seperti 'Qul Huwallâhu ahad' di dalam Alquran, siapa yang membacanya satu kali maka seolah-olah dia telah membacanya sepertiga Alquran, siapa yang membacanya dua kali, maka seolah-olah dia telah membacanya dua pertiga Alquran, dan siapa yang membacanya tiga kali, maka seolah-olah ia telah membaca Alquran seluruhnya. Demikian juga tentang dirimu, wahai Ali. Siapa yang mencintaimu dengan hatinya, maka dia telah mencintaimu sepertiga iman; siapa yang mencintai dengan hati dan lidahnya, maka dia telah mencintaimu dua pertiga iman, dan siapa yang mencintaimu dengan hati, lidah, dan tangannya, maka dia telah mencintai iman semuanya. Demi Yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan kebenaran, seandainya penduduk bumi ini mencintaimu sebagaimana penghuni langit mencintaimu, maka Allah tidak akan mengazab seorang pun dari mereka".

Pembagian Umat Islam

Umat Islam dalam mengamalkan kitab suci Alquran sangat tergantung kepada kecintaan mereka kepada Imam Ali as. Jika kecintaan kita kepada Imam Ali yang hanya sebatas hati dan lidah, yakni kita mengakui kedekatannya dengan Allah Swt, dengan Rasulullah Saww dan kita mengakui keluasan ilmunya, ketakwaannya, kesalehannya, kesucian jiwanya, kemuliaan akhlaknya, keberaniannya, kezuhudannya, kewara'annnya, dan kedermawanannya lebih dari orang lain selain Rasulullah Saww tetapi kita tidak berada di pihaknya atau tidak membela hak-haknya dan kita tidak menaatinya, maka pada hakikatnya kita tidak mencintainya dan tidak mengamalkan Alquran seluruhnya. Jadi, kesimpulan dari takwil tersebut adalah sebagai berikut :

Jika kita mencintai Imam Ali hanya dengan hati kita, maka kita hanya mengamalkan sepertiga Alquran, berarti kita hanya menjadi Muslim atau Muslimah yang beriman kepada sebagian Alkitab dan kufur kepada dua pertiganya.

Jika kita mencintai Ali bin Abi Thalib hanya dengan hati dan lidah, maka kita telah mengamalkan dua pertiga Alquran, berarti kita telah menjadi Muslim atau Muslimah yang telah beriman kepada dua pertiga Alquran dan masih kufur kepada sepertiganya.

Jika kita mencintai Imam Ali dengan hati, lidah, dan tangan kita, maka kita telah beriman kepada seluruh isi Alquran, sebab Imam Ali dan Rasulullah Saww telah mengamalkan seluruh isi Alquran, maka orang-orang yang membuktikan kecintaannya kepada mereka dengan mengikutinya, berarti telah beriman kepada seluruh Alquran.

Iman dan nifak seseorang yang sangat ditentukan oleh kecintaan kepada Imam Ali. Rasulullah Saww telah bersabda : "Wahai Ali, tidak akan mencintaimu kecuali orang yang beriman, dan tidak akan membencimu kecuali orang munafik." (HR. Muslim).

Para sahabat Nabi Saww seperti Ibnu Abbas, Abu Said al-Khudri, Abu Dzar al-Ghiffari dan lain-lain telah melaporkan bahwa pada zamannya mereka mengenal orang yang memiliki sifat nifak itu dari ketidaksenangannya kepada Imam Ali as.

Spesifikasi al-Ikhlash

Al-Ikhlash mempunyai kekhususan tersendiri yakni : (i) Dia dianjurkan dibaca pada shalat-shalat tertentu, seperti pada dua rakaat pertama dari shalat malam, salah satu rakaatnya dibaca surah ini; (ii) seperti yang sudah disebutkan, surah ini bisa dijadikan wirid setelah shalat shubuh, menjelang tidur, atau kapan saja; (iii) Bila di dalam shalat kita telah membaca sebagian dari surah ini maka kita tidak diperbolehkan menggantinya dengan surah yang lain; (iv) jika kita jarang membaca surah ini, maka kita akan termasuk orang yang memperoleh ancaman, sebagaimana dalam hadis-hadis berikut :

Abu Abdillah [Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq] as berkata : "Barangsiapa yang telah berlalu baginya tiga hari, dia tidak membacanya pada hari-hari itu 'Qul Huwallâhu ahad', maka sesungguhnya dia telah hina dan mencopot tali Islam dari lehernya, lalu seandainya dia mati pada tiga hari ini maka dia sebagai orang yang kufur kepada Allah Yang Mahabesar (Tsawabul 'Amal).

Dalam riwayat Ishaq bin Ammar dari Abu Abdillah as dia telah mengatakan : "Saya telah mendengarnya beliau bersabda : 'Barangsiapa yang berlalu baginya satu Jum'at, dia tidak membaca satu Jum'at (sepekan) itu 'Qul Huwallâhu ahad', kemudian dia mati, maka dia mati atas ajaran Abu Lahab.'"

Abu Abdillah as berkata : "Barangsiapa yang sakit atau terkena suatu musibah dan tidak membaca padanya 'Qul Huwallâhu ahad', kemudian dia meninggal dunia dalam sakitnya itu atau di dalam musibah yang telah turun kepadanya, maka dia dalam neraka". []