Sentimen Anti Israel Warnai
Konferensi Durban Kecaman terhadap Israel juga diungkapkan Ketua Komisi Tinggi HAM PBB Mary Robinson yang tampil sebagai Sekjen Konferensi Durban. Dia menginginkan adanya penyelesaian bagi penderitaan rakyat Palestina serta perbudakan yang menimpa warga kulit hitam di AS. Ketua Otoritas Palestina Yaser Arafat dalam konferensi ini mengutuk praktik rasis Israel terhadap rakyat Palestina. Kata Arafat, Israel gigih menekan rakyat Palestina untuk menaklukkan mereka dan melanjutkan pendudukan dan praktik rasis di Palestina. Sementara itu, pemerintah AS dilaporkan telah meminta para delegasinya agar meninggalkan konferensi ini jika ada pembicaraan mengenai penyamaan Zionisme dengan rasisme. Salah seorang anggota delegasi AS yang tidak ingin disebutkan identitasnya kepada para wartawan mengatakan, jika para peserta konferensi tidak menanggalkan sentimen anti Zionisme dalam diskusi dan tidak menghapus dokumen-dokumen konferensi menyangkut penyamaan Zionisme dengan rasisme, maka delegasi AS yang terdiri dari delapan orang akan meninggalkan konferensi ini sebelum berakhir. Seperti diketahui jauh hari sebelum Konferensi Durban dimulai pemerintah Washington gencar menentang diagendakannya masalah Zionisme dalam konferensi. Namun, penentangan AS ini tidak digubris oleh banyak kalangan sehingga Washington enggan mengutus Menlu AS Colin Powell ke Durban. Laporan lain memberitakan, berbagai LSM peserta Konferensi Durban telah mengajukan draft deklarasi yang meminta rakyat Palestina mengerahkan segenap kemampuannya untuk melawan tindakan militer, imperialistik, dan represif Israel. Draft ini juga mengutuk Israel sebagai regim rasis dan fasis yang mempraktikkan pemerintahan rasis ala apartheid. Lebih lanjut draft deklarasi yang dikemukakan berbagai LSM sedunia ini meminta segenap bangsa mengakui perbudakaan sebagai kejahatan anti kemanusiaan dan karenanya negara-negara yang pernah mempraktikkannya harus membayar ganti rugi kepada para keluarga korban. Menimbang pernyataan Yaser Arafat yang mendukung resistensi rakyat Palestina, AFP memprediksikan kemungkinan keluarnya deklarasi terakhir yang lebih pedas untuk Israel dari LSM-LSM yang ikut serta dalam Konferensi Durban. Konferensi PBB Anti Rasisme dan Xenophobia dimulai di Durban, Afsel, Jumat 31 Agustus kemarin dan akan berlanjut hingga 7 September mendatang. Al-Khalil Digempur, Satu
Lagi Tokoh Palestina Gugur Jumat siang satu warga Palestina cidera akibat tembakan sejumlah tank Israel ke arah konsentrasi massa Palestina yang ikut serta dalam prosesi pemakaman Dr. Musa Safi Qadimat, 50 tahun. Laporan terbaru memberitakan satu lagi tokoh Palestina gugur. Korban syahid ini adalah Dr. Muqaddam Tisir Khitab, 42 tahun, Direktur Kantor Ketua Lembaga Informasi Otoritas Palestina, Amin Al-Hindi. Dia gugur setelah menderita luka berat akibat ledakan bom yang menghancur mobil yang dikendarainya pagi tadi saat dia berangkat ke tempat kerjanya di Gaza. Ahmad Abu Ghalun yang menyertainya dalam perjalanan serta seorang pejalan kaki luka-luka terkena ledakan ini. MOSSAD Di Turki
Meski demikian, diantara pernyataan Carladel ini terselip kata-kata yang ambigu dan membingungkan. Kata-kata ini perlu dicermati agar khalayak umum dapat mamahami tragedi pahit di Bosnia serta upaya negara-negara Barat untuk menutup-nutupinya. Kata-kata 'Masyarakat Internasional' adalah satu jargon yang kerap digunakan negara-negara Barat untuk melegitimasi tindakannya di mana saja. Di Bosnia PBB mengambil keputusan untuk menghentikan pembersihan etnis muslim Bosnia oleh etnis Serbia hanya dalam konteks kepentingan dan kebijakan politik negara-negara Barat. Padahal, seandainya PBB mengambil keputusan yang tepat pada waktunya sesuai artikel ke-51 Piagam PBB niscaya tragedi terbesar dalam paroh kedua abad ke-20 di benua Eropa itu tidak akan terjadi. Sekarangpun, yang berperan dalam proses pelaksanaan Perjanjian Dyton di Bosnia tak lain negara-negara Barat. Karenanya, kalau memang negara-negara Barat serius hendak meringkus seluruh penjahat perang Serbia di Bosnia, maka tak akan ada satupun pihak yang dapat mencegah keinginan ini. Buktinya adalah tertangkapnya bekas diktator Yugoslavia Slobodan Milosovic dan para penjahat perang Kroasia. Memang, tidak adanya kerjasama pemerintah Serbia Bosnia dengan Mahkamah Kejahatan Perang adalah satu masalah sendiri. Namun, yang mendorong keberanian orang-orang Serbia untuk menyukseskan ambisi-ambisi separatisnya dengan mempersulit pelaksanaan Perjanjian Dyton tak lain ialah kebijakan politik pasif negara-negara Barat kendati sudah menggelar pasukan NATO di Bosnia sebanyak lebih dari 20 ribu personil. Kritikan Carladel terhadap pasifnya negara-negara Barat untuk menangkap para pemimpin pembunuhan massal 250 ribu warga muslim Bosnia itu sebenarnya bukanlah berita baru. Kritikan serupa juga pernah dikemukakan oleh para jaksa Pengadilan Kejahatan Perang pendahulunya. Tetapi kritikan ini ternyata lebih merupakan satu trik untuk mengelabui opini warga muslim Bosnia. Sebab, sebagian keputusan Mahkamah Kejahatan Perang dan cara-caranya yang terlihat baru tak hanya mengherankan masyarakat Bosnia, tetapi juga khalayak dunia. Tepat sehari sebelum Carladel melontarkan kritikan, Mahkamah Kejahatan Perang di Den Haag menyatakan Biljana Plavsic bebas hingga penyelenggaraan sidang terhadapnya tahun depan. Padahal, Plavsic yang pada tahun 1992 hingga 1995 menjabat sebagai Wakil Rodovan Karadzic jelas-jelas terlibat secara penuh dalam kejahatan-kejahatan yang dilakukan Karadzic. (2) Iran - Indonesia 10/06/80
- 01/09/01 Berangkat dari realitas ini, Iran dan Indonesia terus menata dan mengembangkan hubungan berasaskan prinsip dan tujuan-tujuan bersama dalam bingkai kerjasama bilateral, regional, dan dunia Islam. Oleh sebab itu, transformasi yang terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun lalu kendati telah menyebabkan beberapa kali pergantian kepemimpinan namun tidak sampai menggoyang hubungan Iran-Indonesia. Sekarang hal ini bisa dibuktikan dari kunjungan Deputi Menlu Iran ke Indonesia yang dilakukan hampir dua bulan setelah diturunkannya Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan oleh parlemen. Pada bulan Oktober tahun 2000 Iran - Indonesia menyelenggarakan sidang bersama ekonomi. Dalam sidang ini kedua negara menandatangani berbagai kesepakatan pengembangan kerjasama ekonomi dan investasi di bidang pertanian dan industri. Oleh sebab itu, kedua negara sealu menegaskan pentingnya implementasi semua kesepakatan ini. Hasrat kuat Teheran dan Jakarta untuk mengembangkan kerjasama ditandai oleh pertemuan-pertemuan intensif dan kontinyu para pejabat kedua negara selama ini.
|