BULETIN AL-JAWAD [edisi ke-7/tahun x/ramadhan 1421 hijriah]

Menyambut Bulan Ramadhan 1421 H

Sebelum kita berbicara tentang bulan Ramadhan, ada dua pengantar yang perlu kita perhatikan, pertama, bahwa kita selaku makhluk Allah SWT sampai saat ini senantiasa dikaruniai berbagai kenikmatan dari-Nya, sehingga -insya Allah- dengan kesehatan yang Allah berikan kepada kita, kita nanti dapat mengerjakan ibadah puasa sebaik mungkin. Kedua, kita selaku orang yang menyatakan diri sebagai orang mukmin, atau minimal, sebagai seorang muslim harus menjadi manusia yang berakal dan berbudi, karena menurut sebuah hadis bahwa seorang muslim atau mukmin adalah seorang yang berakal dan berbudi. Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang itu dikatakan berakal dan berbudi ketika diberi suatu hadiah oleh orang lain, maka dia bersyukur dan berterima kasih kepada yang memberinya. Ketika dia tidak berterima kasih kepada si pemberi berarti orang tersebut bukan seorang yang berakal dan berbudi. Orang itu akan dikatakan tidak berakal dan berbudi, karena tidak menghargai pemberian orang lain.

Beranjak dari dua pengantar itu, kita selaku orang mukmin yang berakal dan berbudi dituntut oleh naluri dan akal kita untuk bersyukur kepada Zat yang telah menganugerahkan kepada kita berbagai macam kenikmatan. "Jika kalian hitung nikmat Allah niscaya kalian tidak dapat menghitungnya."

Bahkan bersyukur itu sendiri merupakan sebuah kenikmatan karena tidak semua orang dapat bersyukur. Oleh karena bersyukur itu kenikmatan, maka iapun harus disyukuri dan seterusnya. Oleh karenanya kita tidak mungkin dapat mensyukuri nikmat Allah SWT. ‘Ala kulli hal, nikmat Allah SWT. tidak bisa kita syukuri semuanya, tetapi tidak berarti kita tidak mensyukurinya. Islam senantiasa menganjurkan kita agar sering bersyukur kepada Allah SWT.

Dari sekian banyaknya kenikmatan yang Allah berikan kepada kita adalah diturunkannya Qur’an. Qur’an adalah kitab yang di dalamnya terdapat bimbingan-bimbingan Allah untuk umat manusia agar mereka dapat sampai ke kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Qur’an adalah kenikmatan besar yang Allah berikan kepada kita. Kita selaku orang muslim yang berakal yang mendapatkan bimbingan dari Allah SWT. melalui Qur’an harus bersyukur kepada-Nya. Bagaimana mensyukuri kitab Allah itu?.

Oleh karena Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan seperti yang disebutkan dalam Qur’an, “ Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya Qur’an sebagai petunjuk untuk manusia dan keterangan-keterangan berupa petunjuk dan pemisah antara haq dan kebatilan”. (QS. al Baqarah: 185) maka sebagai rasa syukur kita kepada Allah SWT. dengan diturunkannya Qur’an kita diwajibkan berpuasa. Lanjutan dari ayat ini ialah; “Dan barangsiapa dari kalian menyaksikan bulan ini, maka berpuasalah“. Puasa merupakan ungkapan syukur kita kepada Allah SWT. Bersyukur atas diturunkannya Qur’an dengan puasa. Itulah rahasia diwajibkannya puasa pada bulan Ramdhan, tidak pada bulan-bulan lainnya.

Dalam banyak Hadis disebutkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia, karena pada bulan tersebut Allah menurunkan Qur’an. Dan bulan Ramadhan dianggap sebagai pemimpin atau penghulu bulan. Kebaikan yang kita kerjakan pada bulan puasa pahalanya dilipat gandakan. Ada sebuah hadis qudsi yang berbunyi, “Puasa adalah milik-Ku dan Sayalah yang akan membalasnya.”

Kita meyakini bahwa Allah akan memberikan pahala dari setiap ibadah dan amal kebaikan yang dilakukan oleh seseorang dengan ikhlas. Dan dalam beberapa keterangan dari Qur’an dan hadis disebutkan tentang pahala yang akan diterima oleh orang yang melakukan ibadah dan kebaikan. Berbeda dengan ibadah yang lain, menjalankan ibadah puasa, sebagaimana dalam hadis qudsi tadi, tidak dijelaskan pahala yang akan diberikan oleh Allah kepada pelakunya. Hal ini menunjukkan betapa besar pahala puasa, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya, karena puasa adalah milik-Nya dan Dia-lah yang akan memberi pahala kepada pelakunya. Kelebihan ibadah puasa atas ibadah-ibadah lainnya boleh jadi, karena dalam berpuasa unsur riya’ sangat kecil sekali, karena ibadah puasa adalah ibadah yang sifatnya pasif dan tidak nyata. Sedangkan ibadah-ibadah yang lain sifatnya aktif dan nyata. Seorang ketika sholat, sedekah, haji dan lain sebagainya, maka dia melakukannya dengan dengan jelas dan nyata, tetapi tidak demikian halnya, ketika dia melakukan puasa. Puasa adalah ibadah yang tidak tampak. Kita tidak bisa membedakan antara orang yang sedang berpuasa dengan yang tidak berpuasa, kecuali dia yang mengatakan bahwa dia tengah berpuasa.

Kemudian kelebihan ibadah puasa yang lain adalah tempo (durasi) pelaksanaannya melebihi ibadah yang lain. Ibadah puasa dilakukan selama antara dua belas sampai empat belas jam. Waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu, tidurnya atau diamnya orang yang berpuasa adalah ibadah, dan tarikan nafasnya adalah tasbih. Meskipun seorang yang sedang berpuasa tidak melakukan aktivitas sosial dan ritual sudah dianggap ibadah, namun akan lebih baik kalau dia melakukan ibadah dan kebaikan yang nyata dan aktif, sehingga pada satu waktu, dia melakukan dua kebaikan secara bersamaan; puasa dan ibadah yang lain, nuurun ‘ala nuurin.

Banyak praktek-praktek ritual maupun sosial yang sangat dianjurkan pada bulan Ramadhan, karena pahala yang disiapkan pada bulan ini begitu banyak sekali, atau dengan kata lain, ramadhan adalah bulan pesta pahala dan obral pahala. Diantara perbuatan yang ditekankan di bulan ramadhan adalah berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT. Doa orang yang berpuasa pasti dikabulkan oleh Allah SWT. Para Imam Ahlulbait as. telah meninggalkan untuk kita doa-doa di bulan ramadhan yang sangat indah dan bermutu, dari doa-doa yang pendek sampai yang panjang, doa keselamatan di akhirat maupun doa untuk orang lain. Doa merupakan ungkapan ketidak berdayaan, ketergantungan dan harapan seseorang kepada Allah SWT. dan itulah hakikat ‘ubudiyyah. Beranjak dari hakikat doa ini, Rasulullah saww. pernah bersabda, “ Kefakiran adalah kebanggaanku “. Beliau selalu merasa tidak berdaya, tergantung dan butuh kepada Allah SWT. Sangat menarik sekali, Qur’an ketika menjelaskan isra’ dan mi’raj Rasulullah saww., sebuah pengalaman spritual yang sangat tinggi sekali, menggunakan kata “ ‘abdihi “ bukan “ nabiyyihi “ atau “ rasulihi “. Abdihi artinya hamba-Nya atau budak-Nya. Dan kata itulah yang sangat disukai beliau, karena kata ini mengandung arti ketidak berdayaan dan ketergantungan.

Seringkali seseorang melakukan sholat hanya sebagai kebiasaan, atau seseorang mungkin pergi haji berkali-kali hanya untuk rekreasi. Dalam melaksanakan praktek-praktek ritual tersebut, dia tidak mengekpresikan ketidak berdayaan, ketergantungan dan harapan kepada Allah SWT., sehingga unsur ‘ubudiyyah-nya (penghambaannya) tidak ada. Namun ketika seseorang berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT, maka secara sadar ia membutuhkan Allah SWT. Oleh karena itu, doa adalah inti ibadah.

Ketika manusia merasa perlu kepada Allah, maka pada hakikatnya pangkat dan derajatnya naik di sisi Allah SWT. Tetapi disaat manusia tidak merasa perlu kepadaNya, maka di sanalah imannya menurun. Allah SWT berfirman, “ Manusia akan berbuat durjana ketika melihat dirinya cukup “ (QS. al ‘Alaq: 6 )

Dalam bulan Ramadhan kita harus berusaha memperbanyak doa kepada Allah SWT, khususnya di waktu sahur. Setelah kita sahur atau sebelum sahur, kita sholat sebelas rakaat atau lebih. Di situlah kita bermunajat kepada Allah SWT. Segala problema dan kesulitan yang tidak bisa kita pecahkan, kita serahkan kepada Allah SWT.“Aku serahkan urusanku kepada Allah.” (QS. al Ghafir: 44)

Pada bulan Ramadhan segala keluh kesah seorang hamba akan diterima oleh Allah SWT. Segala permintaan kita akan dipenuhi dan dikabulkan oleh Nya. Inilah pentingnya doa.

Kemudian amal lain yang juga perlu kita perhatikan pada bulan Ramadhan adalah memperbanyak sholat. Disamping kita melaksanakan sholat wajib, Subuh, Dhuhur, Asar, Magrib, Isya, usahakan juga kita melaksanakan sholat-sholat sunnah. Dalam ajaran Ahlul Bait as. disunahkan selama bulan puasa melaksanakan sholat sebanyak seribu rakaat. Semua itu dilakukan demi mengejar pahala di sisi Allah SWT.

Kemudian amal yang ketiga yang mesti kita perhatikan yaitu silaturahmi. Kalau doa dan sholat adalah hubungan antara kita dengan Allah SWT, maka silaturahmi adalah hubungan kita dengan sesama manusia (hablun min annas). Silaturahmi termasuk perbuatan yang sangat ditekankan oleh Islam. Kita harus saling kunjung mengunjungi kepada teman kita, saudara kita, dan tetangga kita. Ini dalam rangka mengikat hubungan kita dengan mereka. Jangan sampai kita menjadi seorang yang hanya mengisi waktunya beribadah, sholat, puasa, tetapi hubungan kita dengan saudara, teman dan tetangga tidak baik.

Rasulullah saww sebagai pemimpin dan tauladan untuk umat manusia. Beliau menjalin hubungan dengan tetangganya, bahkan dengan seorang Yahudi sekalipun. Beliau berbuat baik dengannya selagi dia tidak mengganggu Islam. Ini suatu akhlak yang sangat terpuji. Kita selaku kaum muslimin alangkah pantasnya meniru akhlak Rasulullah saww. dalam berhubungan dengan teman, tetangga dan saudara. Dalam sebuah Hadis bahwasanya menjalin hubungan dengan sesama kaum muslimin akan menolak bala dan memanjangkan umur.

Kemudian amalan yang keempat yang mesti kita perhatikan adalah sedekah dan menyantuni fakir-miskin. Oleh karena itu, pada penghujung bulan ramadhan diwajibkan zakat fitrah. Hal itu untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka yang tidak punya untuk bersenang-senang di hari raya. Kita tidak boleh bersenang-senang sementara di sekiling kita masih banyak yang kesulitan mendapatkan sesuap nasi. Dalam sebuah Hadis sedekah akan menolak segala bala dan bencana. Orang yang sering bersodaqoh insya Allah akan terjaga dari segala macam kesulitan dalam kehidupannya.

Kemudian satu hal yang lebih penting dari itu semuanya adalah sebuah riwayat dari Rasulullah Saww. Setelah Rasulullah Saww berkhutbah dalam rangka menyambut dan menyongsong bulan Ramadhan, seorang sahabat bernama Ali bin Abi Thalib ra. bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah amal apakah yang paling baik dikerjakan pada bulan Ramadhan ?” Rasulullah menjawab, “ Tinggalkanlah segala larangan-larangan Allah SWT.”

Perbuatan terbaik yang kita kerjakan pada bulan Ramadhan adalah meninggalkan segala perbuatan yang Allah larang.

Insya Allah dengan tekad yang baik dan niat yang tulus kita dapat menyambut bulan Ramadhan ini dengan senang hati. Ketika bulan Ramadhan tiba, hamba-hamba Allah yang saleh senang dan bahagia sekali, karena, bagi mereka, ini adalah kesempatan untuk memperbanyak ibadah. Tetapi hamba-hamba Allah yang tidak saleh dengan tibanya Ramadhan merasa sedih Mereka meresa terkekang dan tidak bebas melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka tersiksa karena tidak boleh makan, minum dan perbuatan-perbuatan mubah lainnya yang terlarang di saat berpuasa. Bulan Ramadhan adalah musim seminya orang-orang yang beriman. Pada bulan ini, mereka menanam sebanyak mungkin kebaikan-kebaikan yang akan dipertik kelak pada hari akhirat. Mereka lebih senang manahan rasa lapar dan haus di dunia yang pendek daripada menahan rasa lapar dan haus di akhirat yang panjang. Sebaliknya, Ramadhan adalah saat-saat sulit dan melelahkan bagi para budak hawa nafsu.

Dengan demikian, melalui Ramadhan kita dapat mengukur diri kita, Apakah kita orang yang beriman atau tidak beriman? Bagaimana perasaan kita ketika menghadapi bulan Ramadhan, apakah senang atau tidak? Kalau kita senang berarti kita termasuk orang-orang yang beriman. Kalau kita merasa sedih dan keberatan, ketahuilah berarti kita belum beriman dengan baik. Usahakanlah dalam menghadapi bulan Ramadhan ini kita sambut dengan senang hati dan kita bulatkan tekad untuk berbuat kebaikan pada bulan Ramadhan.

Kemudian setelah Ramadhan selesai, kitapun jangan lantas kembali berbuat kesalahan. Kalau selama bulan Ramadhan kita sering sholat malam. Selama bulan Ramadhan kita tidak pernah mengerjakan hal-hal yang terlarang, kemudian pada bulan Syawal kita kembali berbuat hal-hal terlarang, maka pengaruh puasa Ramadhan tidak berbekas.

Jadi pada dasarnya bulan puasa ini sebagai bulan cobaan dan bulan ujian. Kita pada bulan Ramadhan diuji, Apakah lulus atau tidak ? Mengetahui lulus tidaknya puasa kita adalah setelah kita meninggalkan bulan Ramadhan. Andaikan terus berbuat kebaikan pada bulan Syawal dan seterusnya, berarti ibadah kita lulus. Selagi bulan Syawal kita berbuat jahat lagi, berarti ibadah kita tidak lulus, tidak diterima oleh Allah SWT.

Beberapa hari lagi, kita akan menghadapi bulan Ramadhan, maka persiapkan diri kita, persiapkan mental kita agar kita dapat menyambut Ramadhan dengan senang hati dan kita penuhi bulan puasa dengan segala macam perbuatan baik, diantaranya yang telah disebutkan tadi.

Semoga Allah SWT. senantiasa membimbing kita dengan hidayah-Nya sehingga kita dapat melakukan yang terbaik pada bulan Ramadhan, insya Allah.[]

____________
Ceramah Ustadz Husein Alkaff. Ditranskrip oleh: Donny Somadijaya, SH.


index buletin