|
Benarkah
Ayah Nabi Ibrahim Kafir ?
Masalah
di atas merupakan masalah yang kontroversial. Barangkali
untuk sebagian orang, masalah ini sudah selesai, dengan
pengertian bahwa ayah Nabi Ibrahim adalah kafir, penyembah
sekaligus pembuat patung. Dan kebanyakan dari kaum muslimin
meyakini seperti itu. Padahal ada sebagian mufassirin
dan ulama yang berpendapat bahwa ayah nabi Ibrahim seorang
mukmin, paling tidak, ia hidup pada zaman fatrah . Sehingga
ia tidak bisa dikatakan kafir dan juga tidak bisa dikatakan
beriman, karena misi dan dakwah para nabi tidak sampai
kepadanya.
Tulisan
ini mencoba ingin mendobrak apa yang dianggap pasti kebenarannya
oleh mayoritas muslimin. Pertama ingin ditegaskan bahwa
kekufuran ayah nabi Ibrahim bukan bagian dari ajaran Islam
yang esensial ( al ma'lum minaddini bi al dharurah
), sehingga kekufurannya masih bisa dikaji ulang. Dan
kalau ada pendapat yang bertentangan dengan pendapat mayoritas
dalam masalah ini, maka jangan diartikan sebagai pertentangan
terhadap ajaran agama, karena, malah, bisa jadi pendapat
mayoritas yang keliru. Kedua bahwa untuk menilai seseorang
itu kafir tidak semudah membalik telapak tangan. Penilaian
ini sebenarnya hak Allah swt. dan dalam tataran syar'i
membutuhkan kehati-hatian. Termasuk diantaranya apakah
Abu Thalib kafir atau mukmin ?
Dalil
yang dijadikan sebagai dasar pengkafiran ayah nabi Ibrahim
adalah beberapa ayat yang menyebutkan Azar sebagai " ab
" Ibrahim. Misalnya ayat yang berbunyi, " Ingatlah ( ketika
), Ibrahim berkata kepada " ab "nya Azar, " Apakah
anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya
Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata
".( al An'am 74 ).
Atas
dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah
seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat
permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah
dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Menarik
kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah
nabi Ibrahim seorang kafir terlalu tergesa-gesa, karena
kata " abun " dalam bahasa Arab tidak hanya berarti
ayah kandung saja. Kata ini juga juga berarti, ayah tiri,
paman, dan kakek. Misalnya al Qur'an menyebutkan Nabi
Ismail sebagai " ab " Nabi Ya'kub as., padahal
beliau adalah paman NabiYa'kub as.
"Adakah
kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda)
kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa
yang kalian sembah sepeninggalku ? ". Mereka menjawab,
" Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya
kami berserah diri ".( al Baqarah 133 ) Dalam ayat
ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari "
ab " berarti kakek ( Ibrahim dan Ishak ) dan paman ( Ismail
).
Dan
juga kata " abuya " atau " buya " derivasi
dari " ab " sering dipakai dalam ungkapan sehari-hari
bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa
dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya
Hamka, misalnya.
Dari
keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata
" ab " tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana
dengan kata " ab " pada surat al An'am 74 dan al
Taubah 114 ?. Dengan melihat ayat-ayat yang menjelaskan
perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan jelas bahwa
seorang yang bernama " Azar ", penyembah dan pembuat
patung, bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya
atau ayah angkatnya atau orang yang sangat dekat dengannya.
Pada
permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai
orang yang dekat dengannya, "Wahai ayahku, janganlah
kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan
yang Maha Pemurah ".( Maryam 44 ).
Namun
Azar menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim.
Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan selamat
jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun
kepada Allah untuk Azar. " Berkata Ibrahim, "
Salamun 'alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku
untukmu ".( Maryam 47 ).
Kemudian
al Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim as. menepati
janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa,
" Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan
aku bersama orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah
tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.
Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga
yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ),
sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah
Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali,
hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat
kecuali orang yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat
".(al Syua'ra 83-89 ).
Allamah
Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat
ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi
Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada
Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).
Setelah
Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar
menepati janjinya saja kepada Azar, Allah menyatakan bahwa
tidak layak bagi seorang nabi memintakan ampun untuk orang
musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri )
dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt.
(lihat surat al Taubah 114 ) Kemudian pada perjalanan
kehidupan Nabi Ibrahim yang terakhir, beliau datang ke
tempat suci Mekkah dan mempunyai keturunan, kemudian membangun
kembali ka'bah, beliau berdoa, " Ya Tuhan kami, ampunilah
aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya
hisab ".( Ibrahim 41 ).
Kata
" walid " hanya mempunyai satu makna yaitu yang
melahirkan. Dan yang dimaksud dengan " walid "
disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah ber-tabarri
dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh Allah
( al taubah 114 ). Dengan demikian, maka yang dimaksud
dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan beliau,
dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain
itu, kata walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin,
yang mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir.
Ini alasan yang pertama.
Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, " Dan perpindahanmu
( taqallub) di antara orang-orang yang sujud ".(
al Syua'ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa
yang dimakasud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi
Muhammad saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud
ke sulbi ahli sujud. Artinya ayah-ayah Nabi Muhammad dari
Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang suka
bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi tulisan
al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma' al Bayan karya
al Thabarsi 7/323 ).
Nabi
Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi
Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim
as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt. Tentu
selain alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain
dari hadis Nabi yang menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi
Ibrahim as. bukan orang kafir.[]
|
|