Perjuangan
dalam pandangan filsafat merupakan kemestian yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab ia
merupakan kelaziman dari keberadaan materi. Oleh karenanya untuk lebih memahami kelaziman
tersebut perlu kiranya kami paparkan susunan keberadaan alam semesta.
- Susunan Alam Semesta
- Pertama : Alam Akal. Dalam kaidah filsafat
dikatakan bahwa antara sebab dan akibat harus memiliki kesejenisan (kesamaan) yang sangat
kuat. Oleh karenanya Tuhan Maha Nonmateri dan Nondimensi sangatlah mustahil menyentuh
(baca : mencipta) materi yang banyak dimensinya secara langsung. Sebab hal tersebut
meruntuhkan kaidah di atas.
Kalau kita berbicara mengenai warna
saja, maka kita dapat melihat adanya beberapa warna yang saling berbeda di dalam kehidupan
kita sehari-hari. Kalau kita tanyakan, bagaimana Tuhan menciptakan mereka ? Maka akan ada
dua kemungkinan : langsung atau tidak langsung. Kalau dikatakan langsung, sementara Tuhan
tidak berdimensi, berarti sumber warna merah (contoh) juga merupakan sumber dari
warna-warna yang lainnya. Ini menandakan tidak adanya kaitan antara sebab dan akibat.
Sementara kaidah mengatakan bahwa antara sebab dan akibat harus memiliki kaitan yang
sangat erat. Sebab kalau tidak, maka bisa saja kita minum racun supaya sehat, mandi supaya
kenyang atau pandai, tidur supaya jadi presiden, dan lain-lain. Dan kalau dikatakan
langsung tapi masing-masing warna bersumber pada sumbernya sendiri-sendiri, maka jelas
akan menimbulkan dimensi pada Tuhan. Di mana hal ini melazimkan adanya rangkapan pada Zat
Tuhan. Sedang rangkapan menandakan keterbatasan masing-masing rangkapannya. Sementara
gabungan dari yang terbatas - walau sangat banyak dan luas - merupakan keterbatasan pula.
Sedang Tuhan jelas tidak terbatas.
Dengan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa materi sangatlah tidak layak untuk mendapatkan sentuhan langsung dari
Tuhan. Sebagai gantinya, Tuhan mencipta makhluk lain yang nondimensi dan nonmateri.
Makhluk inilah yang disebut sebagai makhluk Akal (bukan akal manusia) yang biasa dikenal
dalam bahasa agama sebagai malaikatu al-muqarrabun (malaikat yang didekatkan). Sedang
hakikat dan definisinya adalah suatu hakikat yang tidak berbentuk dan tidak berbeban.
Mereka bukan hanya satu keberadaaan. Akan tetapi memiliki jumlah juga dan mereka
bertingkat-tingkat. Ada yang sangat dekat (bukan tempat) dengan Tuhan, tapi ada pula yang
agak jauh. Dan begitu seterusnya sampai mendekati alam barzakh.
Kedua : Alam Barzakh/Mitsal/Khayal,
yaitu suatu hakikat yang berbentuk tapi tidak berbeban. Sebenarnya makhluk ini juga
disebut makhluk Akal namun yang paling rendah. Karena 'kerendahannya' (bukan kerendahan
akhlak) itulah ialah yang dapat menyentuh alam materi secara langsung dan menciptakannya
dengan seizin Tuhan. Oleh karenanya ia disebut akal fa'al, yakni akal yang aktif yang
secara langsung dalam pengadaan dan pengaturan alam materi.
Para filosof berbeda pandangan
perihal jumlahnya. Ada yang mengatakan bahwa ia hanya satu namun berdimensi banyak. Namun
ada pula yang menyatakan ia memiliki jumlah yang banyak (aqlu al-'aradhi). Sedang
banyaknya dimensi atau jumlah tersebut sebanyak makhluk materi. Oleh karena itu
masing-masing materi bersumber pada sumbernya sendiri-sendiri. Dalam bahasa agama makhluk
ini disebut dengan malaikat penembus/pencabut nyawa, pemberi rezeki, pengatur hujan,
peniup sangkakala, dan lain-lain.
Ketiga : Alam materi, yakni suatu
hakikat yang berbentuk dan sekaligus berbeban. Alam ini kedudukannya paling rendah (bukan
akhlak). Oleh karenanya ia disebut dunia (dunya) yang berasal dari kata dani yang artinya
rendah. Dalam filsafat tinggi rendahnya sesuatu tergantung sedikit banyaknya ia memiliki
dimensi/rangkapan. Semakin sedikit maka akan semakin tinggilah kedudukannya. Begitu juga
sebaliknya. Oleh karena itu dalam filsafat akhlak dikatakan bahwa semakin banyak orang
menyukai sesuatu dalam hatinya maka semakin banyak pula dimensi yang dimilikinya. Sehingga
dengan itu maka akan semakin rendahlah kedudukannya di mata Allah. Namun sedikit maka akan
semakin tinggilah kedudukannya. Apalagi ketika keinginannya hanya satu, yaitu Allah.
Inilah yang diisyarati oleh Allah dalam Alquran surah 33 [Al-Ahzab] : 4 : "Allah
tidak mencipta dua hati dalam diri seseorang."
- Tambahan Penjelasan Alam Materi
- Selain definisi di atas yang juga umum
dipakai dalam mendefinisikan materi adalah sesuatu yang yang memiliki empat dimensi :
panjang, lebar, tebal, dan waktu. Dimensi keempat adalah tambahan dari Mulla Shadra. Ia
membuktikan bahwa gerak tidak hanya terjadi pada aksiden. Bahkan terjadi pula pada
substansi. Nah, ketika gerak menjadi lazim bagi setiap substansi maka waktu yang berperan
sebagai ukuran gerak, juga merupakan kelaziman bagi setiap materi. Maka jadilah ia dimensi
yang lain dari materi.
-
- Penjelasan Gerak
- Gerak didefinisikan sebagai keluarnya
sesuatu dari titik mungkin menuju yang dimungkinkan secara perlahan/proses-waktu.
Sedangkan perubahan nonmateri tidak dengan proses waktu (kun fayakun). Akan halnya mengapa
materi tidak bisa kun-fayakun adalah karena keterikatannya dengan tempat dan waktu
tersebut. Tempat dalam hal ini adalah volume setiap benda, yakni panjang, lebar, dan
tebalnya.
Ketika biji padi, misalnya, mungkin
untuk menjadi pohon padi atau tanah, maka ketika ia bergerak menuju kepada salah satu dari
keduanya berarti ia telah bergerak menuju pada yang dimungkinkan.
Ini adalah salah satu contoh dari
jutaan gerak substansi. Sedangkan gerak aksiden bisa kita contohkan dengan bergeraknya
orang bodoh menuju pandai, jambu kecil nan hijau menuju jambu besar nan merah dan
lain-lain.
- Tambahan Penjelasan tentang Gerak
- Ketika sebuah materi ingin bergerak, karena
keterikatannya, maka ia harus melawan semua yang mengekangnya, yakni semua yang ada di
luar batasannya itu. Sebab setiap batasan di samping ia menceritakan kepositifan
(kepemilikan) sesuatu, ia juga secara tidak langsung menceritakan kenegatifan
(ketidakpunyaan) sesuatu tersebut. Ketika air dikatakan air maka di samping hal itu
menceritakan kepemilikan air tersebut akan kesempurnaan air itu, ia juga menceritakan
tentang kekurangannya, yakni air bukan batu, pohon, gunung, manusia, api, dan lain-lain.
Ketika jambu kecil ingin membesar
maka ia harus melawan ruang yang mengelilinginya. Sebab ruangnya semula hanyalah volume
asal yang ia punya. Kalau ia dapat mengalahkan ruang lain yang mengelilinginya, maka ia
akan dapat bergerak membesar. Namun kalau tidak mampu, seperti kalau ia yang masih kecil
itu berada dalam botol yang tebal yang ruangannya sama persis dengan volumenya, maka ia
tidak akan dapat bergerak membesar.
Hal di atas baru dari satu sisi
saja, yaitu dilihat dari sisi ruangannya. Belum dilihat dari sisi yang lain, seperti
darimana ia mendapat volume tambahan itu. Sebab tanpa volume tambahan, alam materi tidak
akan bertambah volumenya. Oleh karena itu, setiap materi yang ingin bergerak, baik dalam
volume, warna, bentuk, rasa, dan lain sebagainya (seperti juga gerak substansinya), mesti
mengambil dari materi yang lain dan mengambilnya sebagai bagian dirinya. Baik bagian itu
merupakan bagian sifati atau juga merupakan bagian zati dan substansi. Oleh karena itu,
alam materi disebut alam tazahum (saling mengganggu). Sebab, jangankan untuk bergerak,
untuk bertahan saja materi harus mengambil materi lainnya. Binatang yang ingin bertahan
hidup, ia harus menghidup udara, makan makanan, minum air, dan lain-lain. Itu saja sudah
cukup untuk dijadikan alasan ke-tazahum-an alam materi.
- Lazimnya Perjuangan Materi
- Dengan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa materi untuk bertahan hidup saja perlu mengambil materi yang lain, atau menjarah
yang lain. Sekalipun hanya tempat atom-atom udara bagi keberadaan batu yang mati. Apalagi
bagi yang bergerak. Sudah tentu ia harus mengganggu materi yang lainnya. Hal ini kalau
ditambah dengan kaidah yang mengatakan bahwa setiap sesuatu mencintai dirinya, maka sudah
tentu materi, untuk bertahan hidup/eksis dan atau/bergerak maju, harus mengambil materi
yang lain. Dan karena ia juga menjadi incaran bagi materi lain maka ia harus berjuang
untuk mempertahankan hidup atau eksistensinya. Dari dua sudut pandang itu dapat dikatakan
bahwa perjuangan merupakan kelaziman, yang tidak bisa tidak, dari keberadaan materi.
Perjuangan Manusia
Jarah menjarah bagi materi-materi
yang tidak memiliki etika merupakan suatu kewajaran dan tidak perlu pembahasan mendetail
mengenainya. Oleh karena itu, kita dengan segera mengatakan bahwa itu sudah merupakan
sunnah/kehendak Allah Swt. Akan tetapi bagi wujud manusia hal itu sangatlah perlu kepada
pembahasan. Sebab perjuangan dalam kacamata ini (filsafat) tidak lagi mesti bermakna
positif akhlaki. Oleh karena itu, perjuangan di sini betul-betul bisa disalahgunakan.
Etika dan syariat serta akal yang
sehat tidak dapat membenarkan adanya penjarahan yang tidak teratur bagi manusia. Karena ia
merupakan keberadaan yang berbudaya dan beretika. Terlebih lagi ia merupakan keberadaan
yang berakal yang justru dengan itu semua manusia berbeda dengan dari wujud-wujud lain.
Apalagi ia merupakan makhluk yang diciptakan untuk mengabdi (ibadah). Oleh karena itu,
perjuangan yang akan ia lakukan haruslah sesuai dengan etika, logika, dan syariat yang
kesemuanya itu adalah hakikat yang satu dalam tiga manifestasi.
- Macam-macam Perjuangan
- Ketika manusia harus berjuang dalam
mempertahankan dan/atau memajukan hidupnya maka manusia harus berjuang selalu. Namun
ketika pada diri manusia ada dua macam potensi, yaitu potensi untuk menjadi baik dan
menjadi buruk, maka perjuangannya pun akan didasarkan pada dua potensi itu. Oleh karena
itu, perjuangan manusia memiliki dua macam : baik dan buruk.
Perjuangan baik adalah perjuangan
yang mengikuti ajakan baik yang ada dalam diri manusia. Perjuangan ini bukan hal yang
mudah. Sebab, seseorang harus betul-betul tahu bahwa ajakan dirinya dan perjuangannya
adalah kebaikan hakiki. Bukan sekadar dakwaan kebaikan. Untuk itu harus betul-betul
dicermati dengan segala macam barometer, yakni akal, etika, dan syariat. Tidak dengan
emosi nafsu dan pertimbangan keuntungan pribadi. Sebab, kesalahan yang dibuat dengan dua
hal itu menyebabkan manusia tidak akan mendapat maghfirah Allah Swt.
Berpolitik, berekonomi, berbudaya,
beritual, berumah tangga, bermasyarakat, berorganisasi, dan lain-lain, kalau dilakukan
sesuai dengan logika, etika, dan syariat, maka akan menghasilkan kesempurnaan. Baik
kesempurnaan dunia maupun akhirat di mana surga adalah hasil terendahnya di alam itu
(akhirat). Sementara hasil tertingginya adalah tidak terbatas. Karena maqam Qurb/dekat,
'Indiyyah/di sisi Tuhan tidak akan ada batasnya. Sebab, kalau terbatas, maka Tuhan pun
menjadi terbatas.
Perjuangan buruk adalah perjuangan
yang mengikuti ajakan buruk yang ada dalam diri manusia, baik betul-betul berupa keburukan
ataupun berupa kebaikan yang bersifat semu dan tipuan, yakni kebaikan yang tidak berdasar
pada logika, etika, dan syariat. Namun berdasar perasaan, budaya setempat, dan
kefanatikan-negatif. Biasanya kebaikan macam ini sangat bersifat untung-rugi atau tidak
jarang bersifat pemaksaan kepada orang lain. Makanya begitu terasa berat dan merugikan
maka perjuangannya dihentikan. Dan kalau berada di atas angin ia akan memaksa orang lain.
Salah satu tanda dari tanda-tanda perjuangannya adalah pandangan-pandangannya suka sekali
berubah dan tidak menentu. Semoga Tuhan menjaga kita dari ketidakpastian ini. Sebab tidak
menentu alias sering berubah merupakan ketidakcermatan prinsip-prinsipnya.[] Jakarta, 10 April 1999. |