Kata keadilan dan maksudnya sudah
tidak asing lagi bagi setiap insan. Ia merupakan sesuatu yang sangat diharapkan dan
didambakan oleh orang-orang yang merasakan kehidupan sosial sudah tidak wajar lagi.
Demonstrasi digelar, seminar diadakan, LSM didirikan dan negara ditegakkan demi untuk
keadilan. Keadilan begitu berharga sehingga darah, harta, nyawa dan lainnya harus
dikorbankan. Berbicara tentang keadilan tidak mengenal batas, ruang dan waktu. Dimana saja
komunitas manusia berada, maka kata keadilan akan muncul bersamaan dengannya. Gerangan apa
sebenarnya keadilan itu? Bagaimana Islam memandang keadilan? dan apa yang telah Islam
upayakan dalam menegakkan keadilan.
- Memang kata keadilan mempunyai makna yang luas dan
banyak tergantung terminologi yang kita pakai untuk memaknainya. Dalam salah satu
terminologi, keadilan bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, dalam terminologi yang
lain keadilan diartikan memberikan hak kepada pemiliknya, dan juga berarti sebuah bawaan
dalam diri seseorang untuk senantiasa menjaga konsekuensi-konsekuensi taqwa dan lain
sebagainya. Dalam tulisan yang sederhana ini, kami tidak akan membahas semua substansi
keadilan dengan berbagai terminologi-nya. Kami akan membatasi tulisan ini pada keadilan
yang berkaitan dengan sifat Allah (Keadilan Ilahi) dan implikasinya dalam kehidupan umat
manusia.
-
- Keadilan adalah Sifat Allah SWT
- Kaum muslimin bersepakat bahwa Allah adalah Zat Yang
Mahaadil dan Mahabijaksana. Karena Quran dalam beberapa ayatnya mengata-kan tentang hal
itu dan menafikan sifat zhalim dari Allah. Meski mereka bersepakat tentang masalah ini,
namun pada kajian teologi Islam terdahulu sempat terjadi perdebatan yang sangat seru
antara golongan yang mengatakan dirinya sebagai "Adliyyah" dan
golongan yang disebut dengan "Non Adliyyah".
- Perbedaan tersebut muncul karena perbedaan frame
untuk melihat apa atau siapa yang menentukan baik dan buruknya perbuatan dasar manusia.
Sehubungan dengan keadilan, golongan pertama berpendapat bahwa Allah tidak berbuat sesuatu
kecuali dengan adil dan bijak, sementara yang kedua mengatakan bahwa segala perbuatan
Allah pasti berdasarkan keadilan. Sekilas dua pernyataan tadi sama, tetapi sebenarnya
berbeda. Dan perbedaan itu terletak pada yang telah disebutkan tadi (Untuk lebih jelasnya
pembaca bisa membaca literatur yang secara khusus membahas tentang keadilan seperti "Keadilan
Ilahi karya Muthahari dan lainnya).
- Dalam pandangan Imamiyyah-Ahlil Bait, masalah
keadilan menduduki posisi yang amat sangat penting sekali dan mereka menjadikannya sebagai
dasar agama setelah "Tauhid". Perlu diinformasikan bahwa dalam kajian
awal tentang ilmu akidah Imamiyyah diterangkan lima dasar agama (Ushuluddin al khamsah):
Tauhid, Keadilan, Kenabian, Kepemimpinan, dan Maad. Menurut mereka, sifat adil
dijadikan sebagai salah satu dari dasar-dasar agama sementara sifat-sifat lainnya tidak,
karena beberapa alasan berikut ini;
- Diantara sifat-sifat dan asma Allah, keadilan
mempunyai keistimewaan tersendiri karena menurut Syaikh Makarim Syirazi, beberapa
sifat-sifat Allah kembali kepada sifat adil seperti sifat kasih sayang, pemberi rezeki,
bijaksana dan lainnya.
-
- 1. Oleh karena cabang-cabang agama (baca;
syariat) merupakan pancaran dari dasar-dasar agama dan syariat diturunkan sebagai upaya
Tuhan untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat umat manusia. maka sifat adil
Tuhan menjadi lebih menonjol dibandingkan sifat-sifat lainnya.
- 2. Menjadikan sifat adil sebagai salah satu
dasar dari agama memberikan indikasi secara eksplisit bahwa keadilan harus ditegakkan dan
itu termasuk dari anjuran hadits Qudsi, "Berakhlaklah dengan akhlak Allah".
- Lebih jelasnya keadilan merupakan poros dari seluruh
ajaran agama, dan juga sebagai penyebab diutusnya para Nabi, diturunkannya kitab-kitab dan
dibangkitkannya manusia di alam mahsyar dan alam akhirat, atau dengan kata lain,
elemen-elemen agama seperti syariat, kenabian, kepemimpinan dan kebangkitan hari akhirat
merupakan konsekuensi logis dari keadilan Ilahi. Karena jika Allah tidak mengutus para
Nabi dan tidak menurunkan kitab, maka tujuan dari penciptaan manusia (yaitu kesempurnaan
manusia dengan kembali kepada-Nya) tidak akan tercapai, atau paling tidak, sangat sulit,
sehingga dengan sendirinya, penciptaan manusia dan alam sekitarnya akan menjadi sia-sia.
Demikian pula jika tidak ada hari pembalasan, maka Allah sangatlah tidak adil karena
karena Ia membiarkan orang-orang yang berbuat kejahatan dan penindasan tanpa balasan dan
membiarkan orang-orang yang tertindas tidak mendapat menyaksikan balasan atas-orang-orang
yang pernah menindas mereka. Nah untuk itu semua, Allah Yang Mahaadil mengutus para Nabi,
menurunkan kitab dan membangkitkan manusia di alam akhirat.
- Keadilan Ilahi tidak hanya berkaitan dengan moral
dan peraturan sosial-kemanusiaan (baca: masalah-masalah keagamaan) saja, tetapi keadilan
Ilahi berlaku juga dalam menciptakan alam raya lahiriah ini. Nabi Muhammad saaw. bersabda,
"Dengan keadilan langit dan bumi ditegakkan". Artinya tanpa
keadilan, ekosistem alam semesta ini tidak akan tegak atau malah alam ini tidak akan ada
sama sekali. Jadi alam raya ini ada karena keadilan, dan sistem yang berlaku di dalamnya
juga dengan adil (baca; seimbang).
- Oleh karena itu, sifat adil menjadi sifat yang
paling nyata dan paling berperan dalam perbuatan-perbuatan Allah, baik yang berkaitan
dengan karya alami yang lahiriah atau filosofi penciptaan.
-
- Mengapa Allah Mahaadil?
Biasanya para Ulama menyebutkan anonim dari
keadilan yaitu kezhaliman. Kata kezhaliman mempunyai arti yang banyak sebanyak arti kata
keadilan itu sendiri. Allah SWT sebagai Zat Yang Mahaadil sangat jauh dari sifat zhalim (lihat
surat Yunus: 144, Al Nisa: 40, Al Anbiya: 47 dan Qaf: 29). Jadi dua kata ini tidak
mungkin kumpul dalam diri satu zat. Ketika Allah disifati adil berarti Dia tidak zhalim.
Yang menarik, para ulama ketika hendak membuktikan keadilan Allah biasanya mereka terlebih
dahulu menafikan dari-Nya faktor-faktor perbuatan zhalim. Diantara faktor-faktor tersebut
adalah:
- a. Kebodohan
- Terkadang seseorang berbuat kezhaliman atau
kesalahan karena dia tidak mengetahui bahwa yang dia lakukan itu adalah salah atau zhalim.
Oleh karena Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, maka tidak mungkin Dia tidak
mengetahui perbuatan yang zhalim dan salah itu.
b. Kebutuhan
- Faktor lain seseorang berbuat kezhaliman atau
kesalahan adalah dia membutuhkan sesuatu yang tidak dia miliki, lalu dia mencoba
mengambilnya secara zhalim. Allah Mahakaya sehingga Dia tidak membutuhkan kepada selain
diri-Nya sendiri.
- c. Kelemahan
- Seseorang karena tidak berdaya untuk menghindari
kezhaliman atau kesalahan, maka dia terpaksa melakukannya. Allah Zat Yang Mahakuasa untuk
berbuat sesuatu sehingga tidak ada sesuatupun yang memaksa-Nya.
- d. Main-main
- Seringkali seseorang berbuat kezhaliman atau
kesalahan hanya karena main-main atau iseng. Allah jauh dari mempunyai motivasi seperti
itu, karena motivasi ini timbul dari seseorang yang tidak mempunyai tujuan dalam
perbuatannya.
- Tentu empat faktor tadi tidak ada pada Zat Allah,
maka Dia tidak akan pernah berbuat kezhaliman atau dengan kata lain, Dia selalu berbuat
sesuatu dengan adil.
- Atas dasar asumsi ini, maka segala fenomena alam
eksternal seperti gempa bumi, gunung berapi dan lainnya ataupun internal seperti cacat
fisik, kelaparan dan lainnya bukanlah fenomena-fenomena yang dikecualikan dari keadilan
Ilahi.
- Secara general dan global fenomena-fenomena itu
mengandung sebuah nilai sains-filosofis yang sebagian darinya telah terungkap. Allah
berfirman: "Yang telah baik menciptakan segala sesuatu" (Qs. Sajdah: 7).
Karena tidak ada alasan dan faktor bagi Allah untuk melakukan kesalahan dan kezhaliman,
seperti tersebut tadi.
- Jadi jika ada fenomena khususnya yang internal
bukanlah kesalahan atau kezhaliman dari Allah, tapi itu merupakan kesalahan manusia kalau
tidak, ia mengandung sebuah kemashlahatan.
-
- Wallahu alam
|