-
Aturan-Aturan Allah yang Adil
Allah adalah pusat segala wujud
alam. Segala se-suatu berputar di sekitar-Nya. Berthawaf di sekeliling Kabah di
Mekah merupakan miniatur dari perputaran seluruh jagad raya di sekeliling Allah
Taala. Hal itu menunjukkan keterikatan dan ketundukan alam secara
niscaya kepada Allah. Dan berthawafnya para malaikat di sekitar Sidratul
Mun-taha adalah bentuk lain yang transenden dari keterikatan mereka
dengan-Nya. Semua wujud itu dengan berbagai ting-katannya, suka atau tidak
suka, harus berputar. Tidak berputar di sekelilingnya berarti hilang, ter-sesat dan
mati. Oleh karena itu, alam raya bergerak sesuai dengan hukum yang
berlaku pa-danya. Gempa bumi, gunung meletus, badai angin yang ken-cang dan
fenomena-fenomena alam lainnya yang murni tanpa campur tangan manusia
terjadi dalam rangka mengikuti ke-hendak dan peraturan Allah.
Maka jangan sekali-kali kita marah,
kesal, dan mencaci alam. Rasulullah saww. bersabda "Janganlah kalian
mencaci alam (baca: masa) ".
Manusia sebagai makhluk yang berbeda
dengan makhluk yang lain hidup dengan dua alam yang ber-beda; alam
hayawani, syuhudi, materi dan alam ruhani, ghaybi, aqli. Kedua alam
ini mempunyai ting-katan thawaf dan ketundukan yang berbeda sesuai dengan
peraturan yang berlaku pada kedua alam itu.
Pada alam hayawani terdapat
dua macam per-aturan dan manusia harus tunduk padanya. Kalau
ti-dak tunduk, maka manusia akan musnah dan ter-sesat. Peraturan
yang pertama sifatnya dharuri (nis-caya dan pasti), misalnya, manusia
lahir ke dunia ha-rus lewat ibunya, manusia harus melewati fase-fase perkembangan fisik
yang alami; bayi, remaja, dewasa, tua dan mati, kaum pria pasti mempunyai alat
kelamin laki-laki dan kaum wanita, mau ti-dak mau, mempunyai alat ke-lamin wanita,
mengalami menstruasi dan lain sebagai-nya. Semua itu merupakan peraturan yang telah
Allah tetapkan dan manusia harus mengikutinya secara ijbari (determinis). Menyalahi
pera-turan ini, manusia tidak akan ada. Dan peraturan yang ke-dua sifatnya
ikhtiyari, misal-nya, makan, minum, nikah dan segala perbuatan yang manusia dengan leluasa
un-tuk melakukan atau meni-nggalkannya. Agar manusia itu sehat, maka ia harus
ma-kan, tetapi iapun bisa untuk tidak makan dengan sebuah resiko sakit atau
mati ke-laparan.
Demikian pula
dengan alam ruhani, ghaybi dan aqli. Allah telah meletakkan sejumlah
peraturan, dan manusia harus tunduk dengan peraturan tersebut. Jika tidak, maka
manusia akan kehilangan arah, tersesat dan mati. Peraturan yang berlaku atas manusia
di alam ini adalah ajaran Allah lewat para utusan-Nya. Ketundukan manusia pada peraturan
di alam ini sifatnya ikhtiyari tidak ijbari. Oleh karenanya, Allah
menjelaskan tentang haqiqat keberadaan mereka dalam firman-Nya, "Semua peraturan
Allah yang berlaku di alam ini dan pada umat manusia ditegakkan dengan adil dan
se-imbang, " Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia Yang
menegakkan keadilan" (Qs. Ali Imran, 3 : 18). Dia adil ketika membuat semua
per-aturan yang ada, karena alasan yang telah disebut-kan pada tulisan
pertama terdahulu.
Keadilan Manusia
Manusia sebagai khalifah Allah
di muka bumi ini diharapkan untuk menyerap sifat-sifat Allah dan me-neladani
akhlak-akhlak-Nya. Nah, oleh karena sifat dan akhlak Allah yang paling dominan dan
menonjol adalah sifat ke-mahaadilan-Nya, maka manusiapun harus dapat menyerap dan
meneladani sifat adilnya Allah Taala. Berbicara tentang keadilan manusia, da-pat
kita bahas dari dua sisi; individual dan sosial.
1. Keadilan Individual
Added values (nilai tambah)
yang ada pada ma-nusia dan tidak ada pada spesies makhluk lainnya terletak
pada alam ruhaninya, maka pembahasan tentangnya lebih sering disoroti
oleh Islam ketim-bang alam materinya. Seperti yang telah
disebutkan tadi, bahwa alam ruhani manusia mempunyai se-perangkat peraturan
yang adil dan seimbang, dan bahwasanya mengikuti peraturan tersebut
merupa-kan ketundukan manusia pada peraturan tersebut ser-ta tidak megikutinya
akan mengakibatkan tersesat, kehilangan arah dan mati. Maka apa gerangan
per-aturan yang berlaku pada alam ruhani manusia, sehingga dia tidak tersesat, kehilangan
arah dan mati?
Peraturan yang dimaksud
adalah ajaran-ajaran Allah yang tertuang dalam agama Islam, karena
satu-satunya agama yang Allah terima hanya agama Is-lam, "Sesungguhnya
agama (yang diterima)Allah adalah Islam" (Qs. Ali Imran, 3: 19) dan
"Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan di-terima
dari-Nya" (Qs. Ali Imran, 3: 85). Al-Quran me-nyebutkan tentang orang yang
mengikuti dan tunduk terhadap peraturan Allah sebagai orang yang ter-bimbing dan
orang yang tidak mengikutinya akan tersesat dan kehilangan arah, Allah berfirman
"Maka jika datang kepadamu petunjuk-Ku, maka barang-siapa mengikuti
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka, dan barangsiapa berpaling dari
per-ingatan-Ku (petunjuk-Ku), maka sesungguhnya bagi-nya kehidupan yang sempit dan Kami
akan meng-himpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (Qs. Thaha, 20: 123-124).
Dan pada ayat yang lain,
Al-Quran menjanjikan kepada orang-orang yang mengikuti peraturan Allah
kehidupan yang baik, "Barangsiapa beramal kebaik-an dari laki-laki
maupun dari wanita, sementara dia beriman, niscaya Kami hidupkan mereka dengan
ke-hidupan yang baik" (Qs. An-Nahl, 16: 97).
Sehubungan dengan orang fasik, yaitu
orang yang tidak mengikuti peraturan Allah, Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata,
"Bentuk dia adalah bentuk manusia tetapi hati dia adalah hati binatang. Dia
tidak me-ngetahui pintu kebenaran sehingga diikutinya dan ju-ga tidak mengetahui pintu
kebatilan sehingga dihin-darinya. Itulah mayat yang hidup".(Nahj Al-Balaghah,
khutbah 87).
Dalam disiplin ilmu akhlak, orang
yang konsisten dan komitmen dengan ajaran Islam secara utuh di- sebut adil. Adil
berarti orang yang tunduk dan me-ngikuti peraturan Allah yang berlaku di alam
ruhani-nya. Para guru akhlak dalam mendefinisikan keadilan berkata, "Keadilan adalah
sebuah kebiasaan internal yang kuat (malakah, karakter) dalam diri seseorang yang selalu
mendorongnya untuk berkomitmen de-ngan takwa ".
Jadi menurut Islam seorang yang
adil secara indi-vidual adalah seorang yang tunduk, thawaf dan meng-ikuti peraturan Allah
Taala secara ketat, dan keadilan akhlaki-individual akan tercapai hanya dengan
meng-ikuti agama Islam secara ketat dan konsisten.
2. Keadilan Sosial
Sisi lain dari kehidupan
manusia adalah kehidup-an eksternal dan kehidupan interaktif dengan dunia luarnya.
Dunia eksternal merupakan tempat ujian keadilan individual manusia. Oleh
karena itu keadilan individual sangat penting untuk ditegakkan sebelum
seseorang ingin mulai berkecimpung dalam dunia sosial. Sulit untuk dipercaya bahwa
seseorang ber-laku adil di tengah masyarakatnya sementara pada
dirinya belum ditegakkan keadilan individual.
Islam sebagai agama yang
komprehensif tidak hanya mengatur masalah-masalah ritual-ubudiyyah saja, tetapi
juga mengatur kehidupan kolektif baik dalam bentuk keluarga,
organisasi dan negara. Da-lam kehidupan kolektif yang interaktif
keadilan dan keseimbangan sangat dibutuhkan, karena tanpa
ke-adilan kehidupan itu akan rusak, timpang, kacau, dan akan dikotori dengan
monopoli, dominasi serta ke-pentingan-kepentingan pribadi. Untuk menciptakan
kehidupan sosial yang aman, damai dan harmonis dibutuhkan seperangkat peraturan yang
adil dan se-imbang.
Sesuai dengan sifat
ke-mahaadilan-Nya, Allah te-lah menurunkan kepada umat manusia peraturan
yang adil (lihat Qs. Al-Hadid, 57: 25), yaitu Islam. Disamping itu,
peraturan Ilahi itu saja tidak cukup, perlu ada orang-orang yang menjalankannya dengan
benar. Oleh karena itu, sepanjang sejarah manusia Allah mengutus figur-figur
yang mampu member-lakukan peraturan-Nya dengan benar sebagai contoh yang harus
diteladani (lihat Qs. Al-Baqarah, 2: 213). Mereka itu adalah para nabi dan para imam yang
me-neruskan tugas para nabi.
Para nabi dan imam yang dipercayai
oleh Allah untuk manjalankan peraturan-Nya atas umat manusia dengan benar
disyaratkan terlebih dahulu diri me-reka bebas dari cacat
ruhani-internal, atau dengan kata lain mereka harus menjadi seorang yang
adil secara individual. Kalau tidak demikian, maka tiada jaminan bahwa mereka
itu akan dengan benar dan adil memberlakukan peraturan Ilahi.
Atas dasar itu, para nabi dan imam harus maksum (bebas dari kesalahan
dan dosa).
Dari keterangan di atas, dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadilan sosial dan hukum akan tegak dengan dua syarat:
Pertama, peraturan
atau undang-undang yang ber-laku adalah peraturan dan undang-undang yang adil.
Dan tidak ada peraturan yang lebih adil dari per-aturan yang datang dari Allah
Taala."Tidakkah Allah Penegak hukum yang paling Adil" (Qs. Al-Tin,
95: 8) dan "Dialah sebaik-baiknya hakim (penguasa)" (Qs. Al- Araf,
7: 87).
- Kedua, yang akan
memberlakukan peraturan itu ada-lah orang-orang yang telah teruji jiwa dan dirinya,
atau dengan kata lain, orang yang telah tegak dalam dirinya keadilan individual.
Oleh karena itu, yang pa-ling berhak untuk berkuasa adalah orang-orang yang
bersih seperti nabi, imam dan orang yang mengikuti mereka.
Wallahu 'alam
|