|
Allah berfirman : "Hai Bani Israil ! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugrahkan kepadamu dan ingatlah bahwa Aku telah melebihkan kamu atas segala umat di alam ini. Dan takutlah kamu kepada satu hari yang seorang pun tidak akan dapat membela orang lain sedikitpun dan tidak akan diterima syafa'at darinya dan tidak diambilnya tebusan daripadanya dan mereka tidak akan mendapat pertolongan. "(QS 2 : 47-48). Ayat ini mengingatkan Bani Israil akan nikmat Allah yang pernah mereka terima, tetapi selalu mereka lupakan. Di dalam ayat ini dijelaskan rupa nikmat yang diterima oleh bangsa Yahudi, yaitu berupa karunia kelebihan dari bangsa lain. Bangsa Yahudi memperoleh kelebihan dari bangsa-bangsa lain sekalipun dibandingkan dengan mereka yang telah maju kebudayaan dan peradabannya, seperti bangsa Mesir dan bangsa Palestina. Mereka dipanggil dengan nama bapak mereka. Inilah yang menjadi sumber kebanggaan dan kemuliaan mereka. Nikmat dan kelebihan itu semua disandarkan kepada mereka, karena kedua hal tersebut memang telah mencakup. Kelebihan ini hanyalah mereka peroleh karena mereka berpegang kepada perbuatan-perbuatan hina. Bagi orang yang menganggap dirinya terhormat, tentulah ia akan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang hina. Allah mengingatkan mereka akan kelebihan ini untuk menyadarkan mereka bahwa Zat yang memberikan kelebihan ketimbang umat lain, dapat pula memberikan kelebihan itu kepada orang lain seperti Muhammad saww dan umatnya. Juga untuk menyadarkan bahwa merekalah yang lebih patut dibandingkan dengan semua bangsa lain untuk memperlihatkan ayat-ayat yang dibawa oleh Muhammad. Karena orang yang diberi kelebihan lebih patut baginya mendahului melakukan yang baik daripada orang lain yang di bawahnya. Dan kelebihan ini jika berupa banyaknya para nabi, maka tak ada satu umat pun menandingi mereka. Tetapi dengan kelebihan ini tak berarti bahwa tiap-tiap pribadi dari mereka ini lebih mulia dari pribadi-pribadi umat lainnya. Di samping itu tidak menghalangi kemungkinan diunggulinya mereka oleh bangsa-bangsa yang paling remeh sekalipun, jika mereka menyimpang dari jalan kebenaran, meninggalkan tuntunan para nabi mereka, sedangkan bangsa lain justru mengambil petunjuk para nabi itu. Adapun jika kelebihan ini berupa dekatnya mereka kepada Allah lantaran mengikuti syari'at-Nya, maka kelebihan itu hanya terbukti kepada para nabi dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari kalangan manusia di zamannya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sepanjang mereka masih berketetapan hati melaksanakan syari'at itu dan menempuh jalan yang dapat membawa mereka mendapatkan keutamaan. Di samping itu Bani Israil ini diperingatkan atas nikmat yang mereka terima, juga disusul dengan ancaman, agar mereka takut kepada siksa Allah yang pasti akan datang. Ancaman yang menyertai peringatan ini seolah-olah dapat dikatakan sebagai satu pernyataan marah yang tak tertahan karena kerusakan moral yang sangat berat pada Bani Israil ini. Dengan kata lain seolah-olah Allah berfirman : "Jika kamu wahai Bani Israil, tidak mau taat kepada-Ku sesudah menerima nikmat-Ku, maka sekarang takutlah kamu menghadapi siksa berat dari-Ku pada suatu saat di masa datang." Bangsa Yahudi mempunyai suatu anggapan yang sangat sesat terhadap hukum pembebasan Allah di akhirat kelak. Walaupun mereka menjadi bangsa yang menerima kitab-kitab suci dari Allah, tetapi akidah mereka tetap sesat seperti halnya kaum penyembah berhala, yang mengkiaskan pengadilan akhirat dengan pengadilan yang berlaku di dunia. Mereka menyangka adalah mungkin membebaskan orang-orang berdosa dari siksa dengan jalan yang membayar tebusan, atau pertolongan orang-orang yang dekat dengan hakim mengubah pendapatnya dan membatalkan apa yang telah diniatkannya. Keingkaran bangsa Yahudi terhadap pembalasan akhirat yang serba adil dan anggapan mereka bahwa pengadilan di akhirat dapat dipengaruhi oleh suap dan pembelaan orang-orang tertentu adalah bukti nyata keingkaran mereka kepada nikmat Allah.[] |