Berbicara tentang peradaban sangat menarik
(interestable), karena ia menjadi bagian dari kehidupan umat manusia yang signifikan.
Sejarah manusia penuh dengan berbagai peradaban yang silih berganti, tergantung para
penguasa dan para pemimpin dunia. Mereka yang kuat akan menentukan model peradaban umat
manusia. Apalagi di era global ini, model peradaban hampir menjadi seragam karena
sekat-sekat teritorial, nasional, budaya, agama, dan ras tidak mampu membentengi dirinya
dari upaya memasarkan model peradaban yang menjadi trend di pihak-pihak yang kuat dan
berkuasa. Sehingga pada gilirannya, corak-corak budaya, agama, nasional, dan ras menjadi
luntur dan akhirnya hancur, kemudian diganti dengan model paradaban yang mendunia.
Pergulatan
peradaban dan budaya selalu terjadi sepanjang zaman. pergulatan ini meninggalkan
ekses-ekses bagi yang menang maupun yang kalah. Sebagian dari pihak yang kalah hanyut dan
serta merta mengikuti pihak yang menang agar dikatakan beradab dan maju (baca : modern)
dan sebagian tetap bertahan dengan budaya lokal dan agamanya sehingga siap untuk dikatakan
kolot dan ketinggalan zaman.
Pandangan Dunia
Peradaban umat
manusia tidak bisa dipisahkan dari pandangan-dunia (world view) mereka, karena
pandangan-dunialah yang akan membentuk ideologi dan kemudian ideologi yang akan melandasi
peradaban mereka. Pandangan-dunia yakni bagaimana manusia melihat dunia atau seperti
apakah dunia ini. Seorang manusia dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya ingin mencapai
apa yang ia dambakan dan cita-citakan. Cita-cita seseorang dipengaruhi oleh pandangannya
tentang dunia. Ketika ia melihat dunia sebagai sesuatu (baca :materi )yang akan memberikan
segala sesuatu, maka ia berusaha mendapatkan materi itu.
Secara general dan
global pandangan dunia manusia dibagi menjadi dua, pandangan dunia materialis dan
pandangan dunia agama. Yang pertama memandang dunia sebagai sesuatu yang hanya materi.
Maka orang-orang yang berpandangan semacam ini akan melandaskan segala aktivitasnya di
atas materi dan pemuasan kebutuhan-kebutuhan materi (yang dimaksud dengan materi tidak
terbatas pada benda saja, tetapi termasuk kebutuhan biologis, nafsu, dan
kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi hanya dengan materi saja).
Dan pandangan dunia
agama melihat dunia bukan hanya materi saja tetapi juga mengandung nuansa dan muatan
akhirat. Oleh karena itu, mereka yang mempunyai pandangan semacam ini, mencari kepuasan
yang sifatnya non-materi, seperti kepuasan ruhani. Mereka lebih mencari dan mengejar
kebutuhan dan kepuasan ruhani. Dunia hanya sebagai jembatan yang menghubungkan mereka ke
alam akhirat. Idiom-idiom mereka akan bertolak belakang dengan idiom-idiom kaum
materialis. Mereka mengorbankan dunia demi meraih kebahagiaan ruhani, seperti mati syahid,
mendahulukan kepentingan orang lain, yang dalam pandangan kaum materialis dianggap
tindakan yang konyol karena tidak akan mendatangkan keuntungan materi apapun.
Bagaimana Model
Peradaban Islam ?
Peradaban yang
dibangun oleh Nabi Muhammad Saww. adalah peradaban yang dibangun di atas pijakan pandangan
dunia agama bukan materi. Islam lebih mengedepankan nilai-nilai ruhani dan kemanusiaan.
Materi - termasuk teknologi - bukan tujuan utama tetapi hanya aksidental. Keberhasilan
menurut Islam tidak diukur dengan perolehan materi yang banyak tetapi diukur dengan
pendekatan diri kepada Allah dan memperbanyak bekal untuk hari akhir. Imam Ali as. di saat
kepalanya ditebas oleh seorang Khawarij secara spontan berkata, "Demi Tuhan Ka'bah,
aku telah berhasil !". Sampainya seseorang kepada Allah Swt dan berkhidmat kepada
manusia adalah prestasi yang dituntut oleh Islam. Materi sebagai materi tidak mempunyai
nilai apapun di mata Islam. Materi akan berarti jika dimaknai dengan tujuan-tujuan
akhirat. Dalam tulisan ringkas ini, saya tidak perlu mengutip ayat maupun hadis tentang
iman dan amal kebaikan, karena sangat banyak ayat dan hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Nabi Muhammad Saww.
dengan peradaban yang berdasarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan berhasil mengalahkan
dua kekuatan yang kuat; Persia dan Romawi yang membangun peradaban dengan kekuatan materi.
Meskipun pada perkembangan berikutnya para pemimpin Islam, khususnya khilafah Abbasiyyah,
lebih concern pada pembangunan materi bukan pengembangan nilai-nilai agama dan
kemanusiaan.
Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa kenyataan umat Islam dewasa ini, individual dan komunal, karena
posisinya yang terbelakang tidak lagi melihat dunia dengan pandangan dunia agama dan
mereka ingin bangkit membangun peradaban berdasarkan kemajuan teknologi. Umat Islam lebih
terobsesi untuk meraih materi ketimbang nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Malah sebagian
besar, mengukur keberhasilan seseorang dengan sejauh mana ia mendapatkan materi. Pujian si
fulan berhasil disebabkan ia menjadi pengusaha. Lebih tragis lagi lembaga-lembaga
keagamaan pun dianggap maju kalau telah memiliki fasilitas-fasilitas yang maju, mutu
pendidikan yang dihasilkannya dipandang dengan sebelah mata. Sehingga pada gilirannya
lembaga pendidikan lebih mengutamakan unsur komersilnya ketimbang mutu pendidikannya.
Dan dalam skala
yang lebih besar, pengelompokkan negara dengan negara maju, negara berkembang dan negara
terbelakang berdasarkan teknologi yang materialis. Sebuah negara yang memiliki teknologi
yang canggih adalah negara yang menjadi idola negara-negara berkembang, tanpa melihat
sejauh mana kehancuran moral di negeri itu. Sebaliknya negara yang tidak memiliki
teknologi yang maju dianggap terbelakang meskipun negara itu menjaga nilai-nilai
kemanusiaan.
Barat dengan
teknologinya menjadi panutan bagi negara-negara Islam dan tidak jarang mereka mendikte
negara-negara Islam. Dan itu suatu hal yang wajar, karena yang menjadi trend sekarang
adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam pun agar tidak dikatakan ketinggalan
zaman berusaha untuk mengikuti dan mengekor Barat. Padahal umat Islam untuk tampil sebagai
kekuatan yang disegani seharusnya kembali kepada ajaran Islam yang telah membangun
peradaban berdasarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan bukan teknologi yang materialis.
Teknologi bukan dasar maupun ukuran untuk menilai kemajuan di hadapan Allah Swt. Karena
setinggi apapun peradaban yang berdasarkan teknologi hanya akan meninggalkan kenangan
sejarah dan menjadi obyek wisata untuk masa yang akan datang, sebagaimana kita saksikan
sisa-sisa peradaban umat-umat terdahulu yang sekarang tinggal puing-puingnya saja.
Peradaban Islam,
meskipun tidak meninggalkan peninggalan teknologi yang sangat berarti, telah berhasil
mewariskan ajaran-ajaran yang benar dan suci yang dapat membentuk insan-insan yang bersih,
jujur, dan berkemanusiaan sepanjang zaman.
Oleh karena itu
untuk menghadapi hegemoni dan supremasi Barat tidak dengan mengejar mereka dengan ilmu
pengetahun dan teknologi, tetapi menghadapinya dengan mengembangkan nilai-nilai agama dan
kemanusiaan. Dan dengan nilai-nilai itu Nabi Muhammad mampu mengalahkan peradaban Persia
dan Romawi pada waktu itu.[] |