Ayat-ayat tentang ketuhanan yang telah anda
baca pada edisi keempat buletin ini, di samping ayat fitrah dan Afaqi terdapat pula
ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang ketuhanan melalui pendekatan argumentasi rasional
(Burhan Aqli).
Dalam hal ini, kami akan mencoba mengupas beberapa ayat tentangnya, antara lain :
1. Surat al-Anbiya, ayat 22
"Seandainya di langit dan di bumi terdapat beberapa Tuhan selain Allah, niscaya
keduanya akan rusak."
Dalam terminologi ilmu mantiq (logika aristotelian) argumentasi di atas disebut dengan qiyas
istitsnai. Qiyas ini terdiri dari dua unsur yang disebut dengan muqaddam dan
tali.Ia mempunyai mempunyai beberapa bentuk salah satunya ialah, jika tali itu benar maka
muqaddam benar juga, dan jika tali keliru maka dengan sendirinya muqaddam keliru. Dalam
aplikasi kehidupan sehari-hari mereka seringkali memberi contoh seperti ini, jika matahari
terbit maka siang tiba, namun jika siang belum tiba berarti matahari belum terbit.
Sehubungan dengan ayat tersebut, jika Tuhan itu berbilang maka alam raya ini tidak teratur
dan seimbang, namun kenyataannya alam raya ini teratur dan seimbang, berarti Tuhan tidak
berbilang. Dalil ini disebut para mutakallimin dan filosuf dengan istilah dalil
tamanu.
Yang menentukan benar tidaknya qiyas istitsna'i ini, adalah sejauh mana
konsekuensi logis (mulazamah aqliyyah) atau keterkaitan antara muqaddam dan tali.
Jika konsekuensi logis dan keterkaitan itu dapat dipertanggung jawabkan,maka qiyas itu
benar. Sebaliknya, jika keduanya tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka qiyas itu tidak
benar.
2. Surat al-Mukminun, ayat 91
"Tidaklah Allah mempunyai anak dan tidak pula ada Tuhan disamping-Nya. (karena
jika mempunyai anak dan ada Tuhan selain-Nya), maka masing-masing Tuhan akan membawa
ciptaan-Nya sendiri dan sebagian akan lebih unggul dari sebagian yang lainnya."
Ayat ini juga menggunakan qiyas yang sama dengan ayat sebelumnya. Maksud ayat
tersebut, ialah bahwa jika Tuhan itu banyak, maka masing-masing dari mereka mempunyai
ciptaan sendiri-sendiri sebagai bukti kekuasaannya, dan mereka akan mengaturnya sesuai
dengan kemauan mereka. Tiada yang dapat memaksa dan menghalangi kemauan mereka.
Jika ada satu Tuhan yang mengalah atau dikalahkan kemauannya oleh yang lainnya, maka dia
sebenarnya bukan Tuhan, karena Tuhan harus Maha Kuat dan Maha Kuasa yang tidak mungkin
terkalahkan.
Lebih jelas lagi, jika Tuhan itu banyak, maka mampukah sebagian mengalahkan yang lainnya?
Jika dapat, maka yang kalah bukanlah Tuhan, sebaliknya jika tidak dapat, maka Tuhan yang
tidak bisa mengalahkan Tuhan yang lain sebenarnya bukan Tuhan, karena Tuhan adalah Maha
Kuasa.
3. Surat al-Isra, ayat 42
"Katakanlah, sendainya terdapat beberapa Tuhan di samping-Nya, sebagai mana
yangmereka yakini, niscaya mereka mencari jalan menuju Tuhan, Pemilik Arsy."
Ayat ini juga menggunakan pendekatan yang sama dengan ayat sebelumnya, yaitu qiyas
istitsnai.
Allamah Thabathabai dalam mengomentari ayat di atas berkata, "Kesimpulan dalil ini
ialah bahwa jika terdapat beberapa tuhan di samping Allah Ta'ala, sebagaiman yang mereka
yakini, dan setiap mereka dapat meraih apa yang dimiliki-Nya, maka mereka ingin meraih
kekuasaan dan akan menyingkirkan-Nya, sehingga mereka akan lebih berkuasa. Lantaran,
keinginan untuk berkuasa merupakan ciri dari segala sesuatu yang wujud. Namun tiada
satupun yang dapat melakukan hal itu." (Tafsir al-Mizan, jilid 13 hal. 106-107)
Dalam ayat tersebut disingung kata-kata Arsy, sebagai tempat yang sangat agung dan
tinggi, serta merupakan lambang kebesaran dan kekuasaan yang paling tinggi. Mereka pasti
ingin menguasainya, sebagai bukti kebesaran mereka.
4. Surat al-Qashash, ayat 71-72
"Katakanlah,Tidakkah kalian perhatikan, jika Allah jadikan untuk kalian
malam terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan
sinar terang kepada kalian? Maka apakah kalian tidak mendengar ?"
"Katakanlah,Tidakkah kalian renungkan, jika Allah jadikan untuk kalian siang
terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam
kepada kalian untuk beristirahat? Tidakkah kalian perhatikan?"
Kedua ayat ini dengan tegas membantah kaum musyrikin yang menganggap patung-patung sebagai
Tuhan. Andaikan patung-patung itu Tuhan, maka mereka harus bisa mengubah hukum alam ini,
karena Tuhan adalah Dzat yang Mahakuasa.
5. Surat al-Baqarah, ayat 258
"Ibrahim berkata, Sesungguhnya Allah mendatangkan (menerbitkan) matahari
dari ufuk timur, maka terbitkanlah ia dari ufuk barat ? Maka terdiamlah orang kafir."
Ayat ini menceritakan perdebatan antara Nabi Ibrahim as. dengan raja Namrudz yang mengaku
sebagai Tuhan. Beliau ingin mematahkan argumen Namrudz, dengan cara menyuruhnya agar
memperlihatkan kekuasaan dan keperkasaannya dengan menerbitkan matahari dari ufuk barat
bukan dari ufuk timur.
Sudah tentu, permintaan Nabi Ibrahim as. seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh Raja
Namrudz, sehingga tampak jelas di mata khalayak banyak, bahwa Raja Namrud bukan Tuhan
semesta alam.
Nabi Ibrahim as. dikenal sebagai seorang nabi yang bijak dan cerdik, yang sering
memojokkan lawan bicaranya dengan argumentasi yang sederhana namun akurat, sehingga lawan
bicaranya dibuat tidak berkutik.
Sehubungan hal di atas, Allah Ta'ala sering mengutip dalam kitab-Nya tentang perdebatan
beliau dengan orang musyrik, misalnya dalam surat al-Anbiya, ayat 62 sampai ayat 65.
6. Surat al-maidah, ayat 17
"Sungguh telah kafir orang-orang yang meyakini, bahwa Tuhan itu adalah al-Masih
putera Maryam. Katakanlah,Maka siapakah yang dapat menahan Allah, jika hendak
mematikan al-Masih putera Maryam dan Ibunya atau seluruh yang hidup di muka bumi ini
?"
Penuhanan Nabi Isa as. sudah berlangsung sejak zaman diturunkannya Al-Qur'an , bahkan
jauh sebelumnya.
Dengan ayat di atas Allah ingin menyatakan, bahwa Isa al-Masih as. bukanlah Tuhan, tapi
seorang manusia pilihan Allah. Karena terbukti (menurut kaum Nashrani), bahwa al-Masih
telah meninggal, apapun alasan kematiannya. Hal ini mengindikasikan, bahwa al-Masih itu
tidak lain dari ciptaan Allah semata, karena ciri khas Tuhan adalah kekal dan sejati.
7. Surat al-Anam, ayat 101
"(Tuhan) Pencipta langit dan Bumi, bagaimana mungkin Dia mempunyai putera, padahal
Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
8. Surat Fathir, ayat 15
"Wahai manusia, kalian adalah faqir (membutuhkan) kepada Allah, sementara Allah
adalah Mahakaya lagi Maha Terpuji."
Kata faqir berarti sesuatu atau seseorang yang tidak mempunyai apa-apa. Allah ingin
menegaskan, bahwa manusia itu benar-benar faqir , artinya benar-benar ia membutuhkan
kepada Allah dalam segala perkara dan keadaan, hatta wujudnya (eksistensi dirinya). Atau
dengan meminjam istilah Mulla Shadra, seorang filosuf muslim dan penulis kitab al-Hikmah
al-Mutaaliyah, yaitu bahwa selain Allah adalah faqir wujudi. Pengertian
benar-benar faqir, diambil dari huruf alim lam Ta'alarif pada kata 'al-Fuqara
(lihat teks arabnya) yang berkonotasi pembatasan atau pengkhususan (hashr). Sedangkan kata
al-Ghani, berarti yang tidak membutuhkan apapun.
Sifat ghani hanya ada pada Allah saja. Jadi hanya Allah sajalah yang tidak membutuhkan
apa-apa (al-ghina) kepada yang lain, merupakan ciri khas Tuhan semesta alam.
9. Surat al-Hadid, ayat 3
"Dialah Yang Awal dan yang Akhir, yang tampak dan Yang Tersembunyi, dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu."
Termasuk kemahasempuranaan Allah, adalah Dia yang paling pertama dan terdahulu,
sehingga tiada yang lebih dahulu, sehingga tiada yang lebih dahulu dari-nya. Akan tetapi,
pada saat yang sama Dia yang Paling Akhir, sehingga tiada yang lebih akhir dari-Nya.
Demikian pula, Dia yang paling Tampak dan Jelas, dan tiada yang lebih jelas dari-Nya, akan
tetapi pada saat yang sama Dia yang Tersembunyi, itu semua ada pada-Nya, karena Dialah illat
(prima kausa) segala sesuatu dan tidak tergantung kepada selain-Nya (al-Ghani),
sementara segala sesuatu bergantung kepada-Nya dalam segala sesuatu dan keadaan (al-faqir).
10. Surat asy-Syura, ayat 11
"Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya"
Ayat ini ringkas , namun menjelaskan wujud dan semua sifat kesempurnaan Allah Ta'ala.
Tiada satupun yang menyerupai Allah dalam segala hal, karena andaikan ada sesuatu yang
menyerupai Allah, maka Dia bukan lagi Maha Esa. Dia sangat jauh berbeda dengan
makhluk-Nya. Dengan kesendirian-Nya dalam wujud dan sifat kesempurnaan, tapi pada saat
yang sama Dia sangat dekat dengan makhluk-Nya, lantaran makhluk merupakan bagian dari
wujud-Nya dan dalam liputan-Nya.
Kitab Rujukan :
1. Al-Qur'an al-Karim
2. Tafsir al-Mizan, karya Allamah Thabathabai
3. Tafsir Namuneh, karya Ayatullah Makarim Syirazi.
4. Maarif Al-Qur'an, karya Ayatullah Taqi Mishbah.
5. Mafahim Al-Qur'an, karya Ayatullah Jafar Subhani.
6. Al-Mantiq, karya Syekh Ridha al-Mudhaffar. |