Palestina Diobrak - Abrik
Israel Perjanjian Oslo Disesali
Wilayah pendudukan Palestina masih menjadi ajang pembantaian. Semalam,
helikopter-helikopter perang Israel menggempur kawasan sipil Palestina
di Jalur Gaza mengakibatkan puluhan warga Palestina cidera. Para saksi
mata mengatakan, kantor Ketua Otoritas Palestina Yaser Arafat yang tak
jauh dari rumah kediamannya serta pos-pos polisi Palestina di berbagai
kota Gaza juga menjadi sasaran gempuran Israel. Selain helikopter, tank-tank
dan buldoser juga dikerahkan oleh Israel untuk mengobrak-abrik rumah-rumah
warga Palestina di kota Rafah di Jalur Gaza. Menurut Jubir militer Israel,
serangan ini akan terus berlanjut demi membendung merebaknya gelora intifadah.
Sementara itu, di dekat kota
Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, lima polisi Palestina dilaporkan gugur
akibat berondongan peluru senjata otomatis di sekitar pos pemeriksaan
di suatu kawasan di sebelah barat kota Ramallah. Menurut laporan Reuter,
sebuah sumber di Israel mengakui bahwa serdadu Israel telah menyerang
lima korban tersebut. Mustafa Liftawi, pejabat birokrasi kawasan Ramallah
mengatakan bahwa tentara Israel menembak mati sejumlah warga Palestina
yang sebagian diantaranya sedang tidur dan sebagian lainnya sedang berjaga-jaga
di pos pemeriksaan Palestina. Menurutnya, serangan ini diinstruksikan
oleh PM Israel Ariel Sharon. Dalam beberapa hari terakhir, sudah 12 nyawa
pasukan keamanan Palestina terbunuh dalam operasi teror tentara Zionis.
Padahal sebelumnya Sharon yang berpangkat jenderal itu menyanggupi tidak
akan menyerang anggota Otoritas Palestina.
Perjanjian Oslo Disesali
Perjanjian Oslo mendapat kecaman keras dari Nabil Shaas seorang pejabat
Otoritas Palestina karena dinilainya telah menyebabkan hak warga Palestina
terinjak-injak. Seraya menyesali penandatangan perjanjian antara Israel
dan Oritas Palestina tersebut, Nabil Shaas kemarin mengatakan, "Tak terselesaikannya
problema pembangunan pemukiman Zionis hingga terlaksananya perundingan
untuk menentukan status final tanah-tanah Palestina telah menambah bencana
rakyat Palestina." Berdasarkan perjanjian yang diteken tahun 1993 ini,
Israel harus menarik pasukannya dari 90 persen wilayah pendudukan dan
menghentikan proyek pembangunan pemukiman Zionis, namun janji ini hingga
sekarang tidak dipenuhi oleh Tel Aviv. Sejauh ini, pihak Palestina hanya
berkuasa atas sekitar 10 persen dari total wilayah Palestina.
Minta Sidang Darurat
Mencermati perilaku Israel yang semakin brutal, Sekjen Kabinet Otoritas
Palestina Ahmad Abdurrahman, mendesak DK PBB supaya menggelar sidang darurat
demi mencegah berlanjutnya serangan tentara Israel. Pejabat Palestina
yang dekat dengan Arafat ini dalam statemennya menyatakan bahwa AS, Rusia,
Cina, Jepang, dan negara-negara Eropa sudah diminta menyelenggarakan sidang
darurat yang harus mampu mengakhiri serangan Israel terhadap orang-orang
Palestina serta menciptakan situasi yang kondusif untuk membentuk pasukan
internasional yang bertugas melindungi orang-orang Palestina.
Hamas Kecam Otoritas Palestina
Pemburuan dan pemenjaraan para pimpinan HAMAS oleh Otoritas Palestina
tidak akan dapat membendung perjuangan anti Zionis yang dilakukan rakyat
Palestina. Intifadah tidak akan redup lantaran aksi-aksi pemenjaraan para
pejuang. Untuk itu, Otoritas Palestina seharusnya membantu intifadah,
memutuskan hubungannya dengan Rezim Zionis dan menghentikan operasi pemburuan
dan pemenjaraan para pejuang. Hal ini diungkapkan oleh Khalid Meshal,
Ketua Biro Politik Hamas saat mengomentari pembebasan Abdul Aziz Arrantisi.
Khaled Mishal mengingatkan bahwa Otoritas Palestina sendiri juga tak luput
dari gempuran pasukan Zionis.
Karena itu, kata Mishal, Arafat semestinya bisa melihat kenyataan lalu
menghentikan kerjasamanya dengan Israel serta mendukung intifadah AlQuds
demi menggapai kemenangan. Ketua Biro Politik HAMAS ini menegaskan, "Intifadah
tetap akan berlanjut hingga kaum Zionis keluar sepenuhnya dari wilayah
pendudukan, kendati Otoritas Palestina diam-diam telah mengadakan negosiasi
dengan para pejabat Tel Aviv."
Sementara itu, Dubes Palestina di Jenewa Nabil Ramlawi mengatakan bahwa
Israel ingin mengendalikan intifadah AlQuds dengan cara menteror para
pejuang Palestina. Menurutnya, operasi teror ini sudah dicanangkan dalam
program 100 hari Ariel Sharon. Namun, program ini gagal total, karena
rakyat Palestina tetap akan melanjutkan intifadah hingga tanah-tanah pendudukan
bebas sepenuhnya dari cengkraman Zionis.
(1) Nasib Sharon Tak Akan
Sebaik Barak
Direktur Kantor PM Israel Rafi Feled Ahad 13 Mei kemarin mengundurkan
diri jabatannya sebagai tanda protes terhadap campurtangan PM Israel Ariel
Sharon secara berlebihan dalam soal penentuan jabatan-jabatan teras di
kantor tersebut. Rafi Feled diserahi jabatan Direktur Kantor PM Israel
sejak sekitar 2 bulan lalu. Pengunduran diri Rafi Feled yang masih terhitung
orang dekat Sharon bagaimanapun juga memberikan indikasi semakin tajamnya
pertikaian antar para pejabat Israel. Dalam hal ini, parlemen Israel,
Knesset, awal-awal pekan lalu telah meng-impeachment kabinet Sharon. Namun,
kabinet itu beruntung karena tidak terkumpul suara yang cukup untuk menjatuhkannya.
Hanya saja, peristiwa impeachment yang terjadi hanya 2 bulan setelah penobatan
Sharon sebagai PM Israel atau 1 bulan setelah terbentuknya kabinet koalisi
ini menunjukkan bahwa nasib Ariel Sharon yang berpangkat jenderal itu
tidak akan lebih baik dari dua orang pendulunya, Benjamin Netanyahu dan
Ehud Barak.
Memang, sejak dinobatkan sebagai PM Israel, Sharon sudah memprioritaskan
pembentukan kabinet koalisi demi mencegah eskalasi pertikaian antar elit
politik dan mengatasi berbagai kendala lain yang menghadangnya. Akan tetapi,
mencermati ketidak singkrunan partai-partai yang menjadi bagian dalam
komposisi kabinet Sharon, para pengamat politik meyakini bahwa koalisi
partai-partai ini tidak akan dapat mencegah pertikaian dan perang kekuasaan
antar elit politik di Israel. Apalagi, situasi dilematis yang dihadapi
Sharon tidak hanya berasal dari meningkatnya penentangan dari partai-partai
oposisinya, tetapi juga dari kemelut yang menggerogoti partainya sendiri,
Likud, diantaranya menyangkut rivalitasnya dengan mantan PM Benjamin Netanyahu.
Kendati demikian, layak diingat bahwa semua partai yang bersaing di Israel
tidak ada yang bertikai dalam soal keharusan menyukseskan tujuan-tujuan
ekspansif. Mereka hanya mempertikaikan metode pelaksanaannya sehingga
kemudian menjurus kepada perang kekuasaan dan perebutan kekuasaan, karena
bagaimana pun juga watak ambisius merupakan bagi dari karakter para elit
politik Israel. Alhasil, meningkatnya pertikaian antar para pejabat Zionis
yang terjadi bersamaan dengan depresi dan kepasifan mereka dalam berhadapan
dengan intifadah Palestina jelas akan memburamkan prospek kepemimpin Jenderal
Ariel Sharon di Israel.
(2) Krisis Afganistan, Taliban
Mobilisasi Warga Non-Pashtu
Berbagai laporan dari Afganistan memberitakan bahwa bersamaan dengan samikin
riuhnya kecamuk perang di negara ini, Taliban berusaha mengirim pasukan
non-Pashtu ke front-front perang terdepan. Untuk ini, rezim Taliban terlihat
menggalakkan wajib militer di kota-kota yang dihuni warga non-Pashtu.
Tak urung, warga lelaki Uzbek, Hezareh dan Tajik dipaksa ikut perang dan
dikirim ke front-front terdepan untuk melawan pasukan koalisi anti Taliban.
Berdasarkan laporan ini pula, dalam perang di Afganistan Utara pasukan
Pashtu dari Qandahar dan Halmandi mengawasi pasukan wajib militer non-Pashtu
tersebut dari belakang. Tujuan ialah demi mencegah jatuhnya korban etnis
Pashtu dalam jumlah yang besar sekaligus memaksa para pemuda non-Pashtu
agar berperang.
Kata para pengamat, taktik seperti ini sudah pernah dipraktikkan rezim
Taliban yang didominasi suku Pashtu dalam operasi perebutan kota Taliqan
tahun lalu. Saat itu, warga non-Pashtu yang mundur dari perang melawan
Front Utara diganjar dengan peluru dari arah belakang. Sekarang, cara-cara
seperti ini diulangi lagi oleh Taliban. Berbagai laporan juga memberitakan
bahwa pasukan Taliban juga merekrut secara paksa para pemuda non-Pashtu
di seluruh kota Afganistan Utara dan wilayah Herat dengan berbagai macam
dalih kemudian dikirim ke medan laga. Mereka dipaksa memerangi pasukan
yang berada dibawah komando Front Persatuan. Aksi pemaksaan ini tak lain
karena Taliban sudah kekurangan pasukan lantaran warga Pashtu di Qandahar
dan wilayah-wilayah disekitarnya sudah enggan mengirim putra-putranya
ke kancah peperangan, sebab dalam beberapa tahun terakhir operasi Taliban
banyak mengorbankan para pemuda Pashtu. Di luar cara tersebut, Taliban
sangat menggantungkan harapannya kepada pasukan-pasukan perang asing,
termasuk dari Arab, Pakistan, Uzbekistan, dan pasukan asing bayaran Osama
Bin Aden. Karena itu, tak heran jika dalam beberapa pekan terakhir ini,
di kota-kota yang didominasi Taliban di Afganistan utara sering terlihat
lalu-lalang pasukan dan milisi asing pro Bin Laden. Taliban sudah berusaha
menyembunyikan keberadaan mereka. Namun, kecilnya kota-kota tersebut serta
padatnya penduduk di sana ternyata tidak memudahkan upaya Taliban.
Para pengamat berpendapat, cara-cara represif yang dilakukan Taliban ini
jelas akan semakin merusak integritas Taliban. Selain itu, tindakan mengundang
pasukan asing, kendati dengan slogan-slogan keagamaan, juga tidak akan
menguntungkan posisi Taliban.
@MuMoe@
|