Rahbar: Contoh Kemenangan Atas Israel
Terpampang Di Depan Mata
Oleh : M. Musa*
Bukan
main. Meski panggung politik di Iran dalam tiga tahun terakhir ini tak pernah
sepi dari polemik dan cek-cok antara kelompok kanan yang dicap konservatif dan
kiri yang disebut reformis, perhatian segenap segmen masyarakat dan elemen
kekuasaan di Iran ternyata masih tajam mengawasi gerak gerik musuh besar Islam,
AS dan Israel. Walaupun tak
segemuruh krisis politik di Indonesia, rivalitas antar elit politik di Iran
kadang sampai membuat gamang para simpatisan Iran di dalam dan di luar
negeri. Betapa tidak, apa yang
terjadi di Indonesia juga pernah terjadi di Iran. Pengerahan massa relawan
untuk menghadapi massa mahasiswa yang reformis dan saling tuduh berbuat makar
antar elit politik juga pernah terjadi di negeri Mullah ini. Entah bagaimana, konflik seperti itu
satu demi satu reda sebelumnya menyusul konflik lainnya di kemudian hari. Dan isu yang sekarang masih ada adalah
penangkapan beberapa orang-orang yang didakwa pelaku makar atau bughat (menurut istilah yang baru
dipopularkan para kiai NU) oleh kelompok kanan yang menguasai instansi-instansi
hukum (yudikatif), sementara kelompok kiri yang menguasai ekskutif dan
legislatif menganggapnya sebagai move politik menjelang pemilihan presiden,
meski para tersangka itu bukan fungsionaris partai-partai mereka.
Uniknya, konflik internal
itu ternyata tak membuat perhatian mereka buyar di depan gerak-gerik musuh Iran
yang juga mereka pastikan sebagai musuh Islam. Tak kurang, angkatan bersenjata Iran yang konon masih kekanan-kananan
belum lama ini menghajar basis-basis kelompok oposisi Iran Organisasi Mujahidin
Khalq (MKO) di Irak dengan puluhan rudal Scud yang pernah populer pada Perang
Teluk awal tahun 90-an. Semua
fraksi politik di Iran menyetujui serangan terhadap kelompok yang disepakati
sebagai organisasi teroris dan pengkhianat bangsa itu, meski serangan itu
terpaksa melanggar wilayah teritorial Irak dan membuat rezim Bagdad geram.
Kini,
giliran parlemen Iran Majlis Syura Islam, yang kiri, reformis, dan kerap
dianggap lunak dan kompromistis di depan musuh, itu bikin hajatan yang jauh
lebih besar, hajatan yang mematok
harga mati berupa resistensi dan bahkan perang untuk Israel dan AS. Hajatan
yang entah menelan biaya berapa juta dolar ini mendatangkan para delegasi dari
seluruh negara-negara Islam, termasuk Indonesia dan Malaysia, untuk sebuah
konferensi akbar, selain juga melibatkan para pimpinan dari seluruh fraksi
pejuang Palestina. Dari Indonesia hadir para Ketua Fraksi DPR RI. Tujuan
hajatan berupa International Conference on Palestinian Intifada ini tak
tanggung-tanggung; memobilisasi bangsa-bangsa muslim untuk bersatu menghabisi
Israel yang dibeking AS. Caranya
ialah dengan membantu secara lebih kongkret para pejuang anti Zionisme yang
berada di front terdepan, khususnya rakyat Palestina, dan mungkin juga milisi Islam Hizbullah di Libanon, setelah
KTT Arab di Amman, Jordania, beberapa waktu lalu tidak membuahkan hasil yang
memuaskan para pejuang Palestina.
Banyak yang mengharapkan konferensi ini
bisa membuahkan hasil kongkret yang menambah ketegaran intifadah Palestina.
“Kita jangan hanya bisa mengobral kata-kata.” Tandas DR. Nur Iskandar Alberson,
pembicara dari Indonesia yang fasih membacakan teks makalah berbahasa Arab di
podium.
Di lain
pihak, Jubir Deplu AS Philipe Reeker, seperti dilaporkan United Press dari New
York, saat menanggapi isi pidato peresmian Konferensi Teheran memastikan akan
mencatat nama-nama organisasi dan negara yang menghadiri konferensi ini dalam
daftar dan laporan tahunan AS mengenai para pendukung terorisme. Laporan ini dijadwalkan akan keluar pekan depan.
Konferensi
yang sudah diupayakan gagal oleh Washington dan Tel Aviv ini dimulai hari
Selasa 24 April 2001 di Teheran dan dibuka dengan Pidato Rahbar alias Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran
Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei.
Berikut ini adalah hasil terjemahannya:
بسم الله
الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي من علينا بهداية الاسلام و شرع لنا الجهاد الذي
هو باب من ابواب الجنه فتحه الله لخاصه اوليائه ، وسبحان الذي اسري بعبده ليلا من
المسجد الحرام الي المسجد الاقصي الذي باركنا حوله لنريه من آياتنا انه هو السميع
البصير، والصلاه والسلام علي نبيه البشير النذير محمد وآله الطاهرين الطيبين وصحبه
المنتجبين، والسلام عليكم ورحمه الله وبركاته
Saya
ucapkan selamat datang kepada hadirin sekalian; para pimpinan dan delegasi
parlemen dari negara-negara Islam, para pemimpin fraksi-fraksi mujahid, para
pejuang front terdepan pertahanan Islam, dan para tamu undangan sekalian. Semoga rahmat dan hidayah Ilahi
senantiasa tercurah kepada anda sekalian.
Keputusan
untuk menyelenggarakan konferensi sedemikian ini adalah sesuatu yang penuh
berkah dan insyaallah akan dapat membuahkan hasil-hasil yang positif dan
konstruktif dalam upaya memobilisasi masyarakat Islam untuk menyokong
kebangkitan rakyat muslim Palestina.
Pertemuan ini praktis membuktikan bahwa Palestina adalah masalah
keislaman dan berkaitan dengan seluruh Dunia Islam. Pendudukan terhadap palestina adalah salah satu pilar
konspirasi terkutuk kaum imperialis dunia dimana dulunya adalah Inggris dan sekarang AS-lah yang tampil untuk
merongrong dan meremukkan Dunia Islam.
Musuh-musuh Islam selalu berusaha menampilkan
klasifikasi kebangsaan demi mencegah persatuan umat Islam dan agar mereka bisa
menguasainya. Pada
awal-awal pendudukan Palestina, para ulama mujahid termasuk Syaikh Izzuddin
Qasam dan Haji Amin AlHusaini telah meminta bantuan umat Islam untuk
menyelamatkan Palestina, dan sang marji' besar AlMarhum Mohammad Husain
AlKashif AlGhita' juga telah mengeluarkan perintah (hukum) jihad melawan kaum
Zionis. Sayangnya, corak keislaman
perjuangan ini kemudian melemah dan yang menguat malah corak kebangsaan.
Kemenangan
revolusi Islam di Iran dibawah pimpinan Imam Khomaini, sosok cemerlang dari
keturunan Nabi Besar Mohammad SAWW,
telah memainkan peranan fundamental dalam proses kebangkitan Islam di
seantero dunia, khususnya negara-negara regional. Kemenangan umat Islam dalam konfrontasi yang secara kasat
mata tidaklah seimbang melawan
musuh di Libanon Selatan adalah satu indikator baru tentang kesolidan dan
kebenaran perjuangan Islam, serta merupakan satu penegasan bahwa jika umat
Islam bertumpu kepada janji Allah dan berjuang demi Allah maka kemenangan
adalah merupakan satu kepastian bagi mereka.
Kemenangan
resistensi Islam yang begitu memukau di Libanon Selatan, dan dari sisi lain
kekandasan prakarsa-prakarsa damai secara memalukan adalah salah satu pelajaran
bagi masyarakat regional sehingga warga muslim Palestina-pun kembali tergiur
kepada intifadah. Senandung
perdamaian yang sekarang kembali didengungkan di dalam Palestina dan kawasan
sekitarnya tidak mempengaruhi warga Palestina yang tabah dan gagah berani. Mereka bertekad untuk melanjutkan
perjuangan hingga tercapainya kemenangan, isnyaallah. Sebab, intifadah yang pertama terhenti lantaran terbuai oleh
doktrin-doktrin kaum Zionis dan para pendukungnya dengan janji-janji bahwa
konsesi-konsesi seperti yang dikehendaki bangsa Palestina bisa diraih melalui
perdamaian, selain juga lantaran infiltrasi para pemrakarsa perdamaian serta
tekanan AS dan Barat. Namun, 10
tahun kemudian terbukti bahwa seluruh sepak terjang para pendukung Zionisme di
dunia ternyata hanya bertujuan menyelamatkan Rezim Israel dari tekanan
perjuangan umat Islam, dan bahwa
apa yang dijanjikan kepada para perunding Palestina ternyata tak lebih
dari genangan fatamorgana.
Aksi
pendudukan, ekspansi, dan keganasan yang diperagakan Israel sekarang ini
sebenarnya sudah bisa diprediksikan sebelumnya oleh kalangan cerdik pandai dan
mereka yang peka di tengah masyarakat Islam. Sejak awal terbentuknya Israel, Rezim perampas dan pembohong
ini selalu melanggar hak-hak warga muslim Palestina. Pelanggaran ini lantas dijustifikasi dan didukung oleh
sebagian negara Barat, khususnya AS, sementara lembaga-lembaga internasional
pun juga ikut menjustifikasinya sambil berusaha melegitimasi status dan agresi
Israel.
Bumi
Palestina dan Baitul Maqdis selalu menjadi obyek keserakahan sebagian negara
Barat. Keserakahan mereka
terhadap tanah suci ini terbukti dari pemaksaan Perang Salib yang
berkepanjangan terhadap umat Islam.
Setelah kekalahan dinasti Ottoman sebagian komandan pasukan Sekutu yang masuk ke Baitul
Maqdis mengatakan: "Sekarang Perang Salib sudah berakhir!"
Pendudukan
tanah ini dilakukan berlandaskan sebuah proyek yang multidimensional,
rumit, dan bertujuan menghadang
persatuan dan kekompakan umat Islam serta mencegah berdirinya kembali
pemerintahan-permerintahan Islam yang tangguh. Ada berbagai indikasi yang menunjukkan bahwa kaum
Zionis justru menjalin hubungan erat dengan kaum Nazi Jerman. Mereka sengaja menyodorkan data-data
yang berlebihan mengenai pembantaian umat Yahudi dengan tujuan menyedot simpati
khalayak umum dan mempersiapkan situasi untuk pendudukan Palestina dan
penjustifikasian aksi-aksi jahat kaum Zionis. Bahkan ada pula berbagai indikasi yang menunjukkan bahwa sejumlah
orang keji non Yahudi dari Eropa Timur melakukan imigrasi ke Palestina atas
nama umat Yahudi dengan tujuan mendirikan
sebuah pemerintahan anti Islam di jantung Dunia Islam dengan kedok
mendukung mendukung para keluarga korban rasialisme, dan lalu terciptalah
keretakan antara wilayah timur dan barat Dunia Islam setelah masa berlalu hampir 14 abad.
Awal
mulanya, umat Islam lalai karena mereka tidak menyadari adanya permusuhan yang
diproyeksikan oleh kaum Zionis dan pendukungnya di Barat. Dinasti Ottoman kalah lalu dijalinlah
'Perjanjian Saiks - Piko' secara rahasia untuk membagi-bagikan negara-negara
Arab kepada para pemenang
perang. 'Masyarakat
internasional' menyerahkan
kekuasaan atas Palestina kepada Inggris.
Mereka juga menjanjikan bantuan kepada kaum Zionis, dan kemudian dengan
serangkaian rencana yang matang mereka memboyong kaum Yahudi ke Palestina dan
mengungsikan umat Islam dari rumah dan tempat tinggal mereka. Di medan laga yang besar dimana satu
pihak adalah Barat dan Zionisme dan di pihak lain adalah negara-negara Arab
yang baru terbentuk, musuh-musuh Islam menggunakan berbagai jenis sarana
canggih termasuk media propaganda dan forum-forum internasional.
Mereka
menyeru umat Islam supaya bersabar dan menempuh perundingan damai, tetapi di
saat yang sama mereka mempersenjatai Israel. Target-target strategis mereka dalam memperlakukan umat
Islam dan Israel secara pilih kasih dan diskriminatif ini ialah menjaga
supremasi militer Israel atas negara-negara Islam, mendukung Israel di
forum-forum internasional, dan mengerahkan media massa di bawah pengaruhnya
untuk menjustifikasi kejahatan-kejahatan Israel. Mereka menyebarkan propadanda
bahwa pikiran untuk menang atas Israel hanya merupakan ilusi belaka.
Sejak
diakui oleh PBB, yakni sejak setengah abad silam hingga tahun lalu, Israel
selalu di atas angin dan tak ada seorangpun yang menghadangnya. Namun resistensi Islam Libanon yang
hanya terdiri dari ribuan pemuda bersenjatakan iman telah membuyarkan mimpi
Rezim Israel dan para pendukungnya.
Para pemuda mulia ini sukses mempersona non-gratakan Israel tanpa
memberi konsesi apapun. Kemenangan
para pemuda ini lantas menjadi pelita yang menerangi jalan para pemuda muslim
lainnya. Kini menyaksikan
intifadah Masjidil Aqsha yang serupa dengan perlawanan Islam Libanon namun dalam dimensi yang lebih luas.
Saudara
sekalian, Anda sekarang mengadakan pertemuan untuk menyokong intifadhah sebagai
sebuah kewajiban Islam. Anda
memikul tugas yang amat berat.
Sebelum segala sesuatunya, Anda harus menunjukkan bahwa di bawah
kebangkitan Islam, Dunia Islam telah bertekad untuk kembali kepada
tradisi-tradisi sejarah kecemerlangannya, terutama tradisi persatuan yang di
masa silam selalu menjadi formula kemenangan umat Islam dalam berbagai
pertempuran melawan agresi kaum salibisme. Dalam peristiwa sejarah yang besar itu, mujahidin dari
segenap Dunia Islam terbiasa terjun ke medan pertempuran yang amat menentukan
dan berkepanjangan antara kufur dan iman.
Sekarang
ini, segenap perhatian umat Islam dunia tersorot kepada perjuangan determinan
rakyat Palestina dengan harapan yang melebihi besarnya harapan mereka kepada
intifadah yang pertama. Sebab saat
itu, yaitu 10 tahun silam, iklim perdamaian secara gradual terus merebak
membayangi kawasan Timteng.
Sejumlah kalangan memang telah menambatkan hatinya kepada AS, sementara kalangan lainnya karena tak
berdaya menghadapi tekanan politik dan situasi internasional merasa tidak ada
jalan lain kecuali menerima perdamaian, itupun dengan memenuhi syarat-syarat AS
dan Israel. Paradigma ini
menguat sejak adanya perkembangan sedemikian rupa di kawasan Timteng. Akan tetapi, tahun ini konferensi ini
diselenggarakan di saat solusi untuk perdamaian Timteng sudah membentur
kebuntuan yang bahkan diakui sendiri oleh pihak-pihak yang masih saja
menambatkan harapannya kepada AS.
Pada
tahun 1991, Arab dan umat Islam mengalami depresi akibat serangkaian kekandasan
mereka secara beruntun dalam peristiwa Perang Teluk. Persatuan internal mereka mengalami erosi serius dan mereka
pun tersekat dalam beberapa golongan.
Namun, dalam situasi sekarang ini, khususnya sejak perlawanan Islam di
Libanon Selatan mengalami kemenangan besar dan monumental, tunas-tunas harapan
telah bersemi di dalam hati umat Islam.
Mengenai
perlakuan terhadap Israel, saat itu ada dua cara yang selalu dikemukakan. Pengalaman perlawanan militer pasukan
Arab terhadap Israel dikatakan kalah sementara cara damai yang akan
menyukseskan ambisi Israel secara damai dengan imbalan penarikan pasukan Israel
dari sebagian wilayah pendudukan diproyeksikan untuk menghalangi menguatnya
daya militer negara-negara Arab.
Contohnya ialah apa yang kita saksikan dalam Perjanjian Camp David. Saat itu cara-cara perlawanan tidak
dilontarkan dan malah disebut-sebut tidak bisa diterima khalayak umum. Namun, sekarang ini sudah ada contoh
sukses di depan kita bahwa untuk pertama kalinya wilayah pendudukan berhasil
dibebaskan tanpa ada pemberian konsesi apapun kepada Israel dan berhasil
menggagalkan impian Rezim Zionis untuk mengibarkan benderanya di ibu kota
Libanon.
Dalam Perjanjian Camp David syarat penarikan pasukan Israel ialah Mesir tidak mengirim pasukan ke Sinai Utara. Sebaliknya, di Libanon Selatan Israel yang merisaukan kekuatan milisi perlawanan Islam justru meminta pasukan militer Libanon supaya dikirim ke wilayah perbatasan antara Palestina dan Libanon. Artinya, perlawanan Islam inilah yang dapat mengembalikan kedaulatan Libanon sepenuhnya atas Libanon Selatan dan wilayah-wilayah pendudukan lainnya.
Intifadah
adalah kebangkitan rakyat yang sudah frustasi di depan upaya-upaya perdamaian
dan yang sudah menyadari bahwa kemenangan hanya bisa dicapai dengan
perlawanan. Dalam intifadah
sebelumnya, rakyat Palestin telah banyak menanggung banyak korban. Mereka telah mempersembahkan para
syuhada dan korban cacat dalam jumlah yang besar di jalan Islam dan perjuangan
membebaskan wilayah Islam. Akan
tetapi, intifadah itu kemudian dihentikan oleh perundingan Oslo. Apakah yang dihasilkan perundingan
Oslo? Sekarang, pihak Palestina
yang ikut memprakarsai dan mendukung perundingan Oslo sendiri sudah sama-sama
tidak mendukungnya lagi. Karena
dalam praktik mereka mengetahui
bahwa Israel hanya ingin menyelesaikan masalahnya sendiri, yaitu supaya bisa lolos dari serangan
para pejuang yang hanya bersenjatakan batu. Kalau toh mereka memberikan sedikit sesuatu lalu menyebutnya
sebagai konsesi, maka itu semata-mata hanya untuk memadamkan api intifadah dan
mengurangi kerentanannya. Dan
begitu problemanya teratasi dan mereka pun beranggapan bahwa rakyat Palestina
sudah tidak punya kekuatan lagi untuk memulai intifadah, perlawanan, dan
konfrontasi dengan mereka, maka mereka bahkan tak segan-segan mengurungkan
pemberian secuil konsesi itu sehingga watak ekspansif mereka terungkap.
Perkembangan
proses perdamaian dan agenda Oslo telah menyadarkan rakyat Palestina bahwa
tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali bangkit berjuang. Orientasi utama intifadah ialah
Masjidil AlAqsha. Sebab, amunisi
yang meledakkan amarah rakyat Palestina ialah perlakuan tidak senonoh terhadap
Masjid AlAqsha. Rakyat Palestina
telah tampil ke medan laga dengan memikul risalah penting untuk menjaga salah
satu tempat yang paling disucikan umat Islam. Mereka menyulut kobaran suci perlawanan dan perjuangan
terhadap penjajah Zionis dengan semangat altruisme.
Proses
perdamaian, khususnya rancangan Oslo tadinya telah memecah belah bangsa
Palestina. Namun, intifadah suci
itu kembali mementaskan persatuan nasional di Palestina. Anda menyaksikan sendiri, seluruh
segmen masyarakat ikut terlibat dalam perjuangan ini, dan semua fraksi Islam
dan nasionalis sudah bahu membahu.
Bahkan pihak-pihak yang hatinya masih terbuai di tempat lain terpaksa
mengikuti gerakan arus besar ini.
Kebangkitan
atau kesadaran Islam sejak kemenangan revolusi Islam di Iran serta mencuatnya
gerakan Imam Khomaini dalam dua dekade terakhir telah tampak di pentas regional
dan Dunia Islam. Poros utama
kebangkitan dan gerakan ini ialah masalah Palestina. Intifadah AlAqsha bahkan telah menembus batas-batas
geografis Palestina dan mengalami eskalasi hingga keluar dari batas kebangsaan
Palestina sehingga menggiring bangsa-bangsa muslim dan Arab lainnya ke atas gelanggang. Demonstrasi jutaan umat Islam dari
kawasan barat hingga kawasan timur Dunia Islam membuktikan bahwa rakyat
Palestina bisa memperhitungkan dukungan-dukungan yang akan mereka dapati, dan
di saat yang sama mereka telah memainkan peranan besar bagi terciptanya
persatuan umat Islam.
Hari
dimana resistensi Islam yang melibatkan para pemuda gagah berani Libanon dan
didukung dengan wejangan Imam Khomaini mulai terbentuk, Israel sedang menduduki
ibu kota Libanon, Beirut, dan mengcengkram otoritas politik negara ini. Hari itu, ketika resistensi Islam
meneriakkan slogan 'Zahfan Zahfan Nahw Al-Quds' (Ayo Maju
Menuju AlQuds), sekelompok orang yang tak tahu apa-apa menganggap slogan itu
sebagai buah pikiran yang sederhana.
Mereka menikam dengan soalan mana mungkin bisa bergerak menuju AlQuds
sedang orang-orang Libanon sendiri tak sanggup memasuki ibu kota negaranya
sendiri. Dari hari itu hingga
kemenangan monumental milisi perlawanan Islam terhadap Israel hanya ada
bentangan waktu 18 tahun. Percayalah,
18 tahun bukanlah waktu yang panjang dalam sejarah perjuangan bangsa-bangsa.
Memang,
perjuangan pasti akan disertai dengan berbagai kerugian yang menyedihkan. Rakyat akan terbunuh, rumah-rumah akan hancur, tekanan
ekonomi akan membebani pundak rakyat, dan masih ada puluhan malapetaka lain yang
tidak akan membiarkan hati kita semua lega. Tapi kita harus melihat apakah hasil yang akan
dipersembahkan oleh perjuangan penuh pengorbanan ini. Sedemikian berharganya kemenangan sehingga mau tidak mau
harus dibayar mahal.
Israel
dulu pernah membentak-bentak di kawasan ini sambil mendiktekan segala
kemauannya kepada bangsa-bangsa Arab, tetapi sekarang ia harus bertekuk lutut karena tak berdaya
menghadapi besarnya perlawanan Islam.
Ini baru merupakan bagian kecil dari keberdayaan bangsa-bangsa muslim
dan Arab. Percayalah, jika semua
kemampuan Dunia Islam atau bahkan sebagian diantaranya dikerahkan di jalan ini,
niscaya kita akan menyaksikan kehancuran Israel. Di Libanon Selatan saja Israel keteteran menghadapi sebuah
resistensi yang hanya dilakukan beberapa ribu orang.
Memang, Hizbullah Libanon punya akses yang kuat di tengah masyarakat
sehingga bisa memobilisasi ribuan atau bahkan puluhan ribu pasukan. Namun, dalam menghadapi rezim penjajah
Zionis secara kontinyu Hizbullah hanya mengerahkan beberapa ribu dan bahkan
hanya beberapa ratus pasukan. Artinya, Israel dengan segala fasilitas militer
dan tehnologi persenjataannya yang serba modern karena bisa menjangkau gudang
amunisi AS ternyata keteteran menghadapi beberapa ribu pemuda yang dipenuhi
gelora iman dan hanya mengandalkan senjata apa adanya. Tentu, senjata ampuh yang membuat para
pemuda itu tak kenal kata kalah ialah
senjata iman.
Dengan
demikian, contoh perlawanan dan perjuangan sudah ada di depan mata kita. Yakni, kemenangan bisa dicapai dengan
perlawanan dan perjuangan yang tentu saja disertai dengan beban kerugian yang
harus ditanggung. Di saat yang
sama, contoh dari kekalahan juga terpampang di depan mata, dan itu ialah
kebergantungan kepada cara-cara kompromistis dan mengemis-ngemis kepada
perdamaian yang hasilnya pun ternyata keterhinaan, keterpedayaan, dan pada akhirnya
pemaksaan kehendak Israel secara sepihak seperti yang nyata-nyata sudah kita
lihat bersama. Kemenangan monumental Hizbullah kini telah menjadi tulang
punggung intifadah rakyat Palestina.
Tulang punggung yang sangat kuat.
Rezim
Zionis sama sekali tidak punya kemampuan yang memadai untuk terus menerus
berkonfrontasi dengan bangsa Palestina dalam jangka panjang. Mereka menipu umat Yahudi dan
memboyongnya ke Palestina dengan harapan bangsa-bangsa Arab tidak
memerangi mereka, dan kalau toh
mereka mengambil keputusan untuk berperang, tekanan Barat akan mematahkan
resistensi mereka dalam jangka panjang.
Atas dasar ini, orang-orang yang datang ke Palestina sebenarnya tidak
memiliki kesiapan untuk mengorbankan nyawa mereka demi ambis-ambisi politik
para pengasas Zionisme.
Berdasarkan berbagai laporan, terorisme kaum Zionisme mengalami pukulan
telak sehingga bahkan memicu terjadinya arus balik imigrasi.
Konferensi mengenai Palestina sebelumnya yang diadakan
di Teheran telah menyumbangkan peranan fundamental dan positif. Karena konferensi ini telah menyajikan
pusat harapan untuk pihak yang menentang proses perdamaian sekaligus telah
meniupkan spirit dan harapan kepada rakyat Palestina.
Sikap
dan pendirian Republik Islam Iran yang sangat solid di tengah negara-negara
Islam juga berhasil menumbuhkan semangat kepada rakyat Palestina yang heroik
tersebut. Dan sekarang,
rakyat Palestina lebih memerlukan dukungan spirit dan posisi yang tangguh. Benar bahwa mereka sekarang memerlukan
dana dan harus ada tindakan serius untuk memenuhinya, namun dalam berbagai
wawancara mereka sendiri mengatakan bahwa yang lebih mereka perlukan ialah
pengambilan sikap yang teguh oleh bangsa-bangsa Arab dan Islam.
Konferensi
yang Anda selenggarakan ini harus bisa menciptakan kesempatan bagi
terealisasinya masalah ini. Anda
harus bisa memberikan dukungan intensif dan komprehensif yang dapat
menggairahkan jiwa rakyat Palestina.
Dengan melakukan sepak terjang di jalan ini, Anda para wakil dari
pelbagai negara Islam juga bisa
mengerahkan segenap kemampuan bangsa-bangsa Anda sekalian untuk membebaskan
Palestina. Pembelaan terhadap
bangsa Palestina yang teraniaya dan kebangkitan mereka yang penuh gagah berani
adalah kewajiban Islam bagi semua.
Sekarang
ini, sebuah bangsa muslim yang bermandi darah datang dari medan pertempuran
untuk meminta pertolongan umat Islam.
Saya sendiri tidak bisa melupakan teriakan ‘ya lalmuslimin’ yang dipekikkan oleh seorang wanita
Palestina di depan kamera wartawan.
Segenap bangsa-bangsa muslim dan Arab harus mengukuhkan keabsahan
perjuangan rakyat Palestina. Di
forum-forum internasional mereka harus menegaskan bahwa rakyat tak berdaya yang
hak-haknya dinistakan dan dijajah
berhak memperjuangkan hak-haknya.
Dengan demikian, berlanjutnya intifadah dan perlawanan rakyat Palestina
adalah hak mereka yang sah dan dihormati pula oleh UU internasional, walaupun
-ironisnya- UU ini kerap diinterpretasikan sesuai kehendak kaum imperialis dan
adikuasa dunia.
Saudara
sekalian, yakinlah bahwa tubuh Israel sekarang sudah keropos dan generasinya
sekarang sama sekali tidak memiliki kesiapan untuk berkorban demi
mempertahankannya.
Alhamdulillah,
bangsa-bangsa Arab dan muslim sekarang sudah kuat di banding masa-masa selama
50 tahun silam. Mereka sudah kuat
dalam berbagai bidang. Umat Islam
sudah tidak tahan lagi duduk tertegun menyaksikan penindasan sepanjang hari
terhadap bangsa Palestina. Israel
harus tahu, berlanjutnya penumpasan bangsa Palestina akan dibalas dengan reaksi
keras, serius, dan operasional dari seluruh bangsa Arab dan muslim.
Rakyat
Palestina harus diberi semangat untuk melanjutkan perlawanan. Rakyat Palestina tahu persis bahwa yang
bisa mematahkan tindakan-tindakan represif Israel di Libanon ialah perlawanan
Islam dan pembalasan terhadap Israel dengan hantaman-hantaman keras, dan bukan
ketergantungan kepada upaya-upaya damai dan mediasi. Konsolidasi rakyat Palestina dan fraksi-fraksi Palestina
adalah sesuatu yang amat vital.
Segala sesuatu yang dapat mengubah perjalanan ini dan tidak adanya
kewaspadaan terhadap musuh jelas tidak akan membantu aspirasi rakyat
Palestina.
Alhamdulillah,
bangsa Palestina sudah lulus dengan penuh sukses dalam ujian sepanjang 50 tahun
ini. Mereka berhasil menunjukkan
kematangannya. Saya melihat
upaya-upaya israel gagal total untuk menyulut pertikaian antar mujahidin. Kendati memiliki visi yang berbeda,
semua fraksi dan gerakan pejuang dengan penuh kesabaran telah melancarkan suatu
revolusi yang membendung terealisasinya
ambisi-ambisi musuh. Ini semua
harus dilestarikan.
Sekarang
sudah jelas sepenuhnya kesalahan anggapan sementara orang bahwa masalah
Palestina adalah masalah yang bersifat temporer dan hanya terbatas pada bagian
kecil dari Dunia Islam. Timbunan
senjata nuklir dan pemusnah massal dalam jumlah yang besar di gudang-gudang
amunisi Rezim Zionis bukan dipersiapkan untuk menghadapi rakyat Palestina yang
tak berdaya, melainkan untuk menegakkan dominasi terhadap Dunia Islam,
khususnya Timteng. Hizbullah berjuang untuk membebaskan tanah pendudukan lalu
Israel membalasnya dengan menggempur pasukan Suriah. Ini merupakan bukti jelas adanya niat terkutuk itu dari
Israel dan negara-negara Barat pendukungnya.
Garis
besar perjuangan melawan Israel haruslah begini:
A.
Rezim penjajah ini dikurung dalam batas-batas teritorial wilayah pendudukan,
ruang udara pernafasan ekonomi dan politiknya disempitkan, dan jalinan
hubungannya dengan habitat di sekitarnya diudari.
B.
Resistensi dan perjuangan bangsa Palestina di dalam negeri mereka dilanjutkan,
dan bantuan segala sesuatu yang mereka perlukan terus dialirkan kepada mereka
hingga tercapainya kemenangan.
Saudara
dan saudari sekalian, faktor yang mendorong kaum imperalis dunia, khususnya
Rezim AS, melancarkan tekanan dari segenap sisi terhadap Iran ialah dukungan
kami kepada Palestina.
Mereka sendiri secara terbuka menyatakan bahwa problema utama AS dengan
Iran ialah penolakan Republik Islam Iran terhadap prakarsa-prakarsa damai yang
berbau pelecehan di Palestina.
Sedangkan masalah-masalah lain termasuk tuding-tudingan menggelikan
mengenai pelanggaran HAM dan pembuatan senjata pemusnah massal tak lebih dari
sekedar pretensi. Jadi,
mereka hanya akan menghentikan cara permusuhannya terhadap Iran jika Iran
menghentikan dukungannya kepada para pejuang dan rakyat Libanon dan Palestina.
Tentu
saja kami juga tahu persis bahwa problema utama mereka ialah Islam dan
pemerintahan Islam, dan mereka juga tahu persis garis kebijakan politik
Republik Islam Iran ini. Kami
telah berkata ‘tidak’ kepada mereka, dan kami menganggap dukungan kepada
Palestina dan Libanon sebagai salah satu tugas penting dalam Islam. Akibatnya, mereka melancarkan tekanan
dari berbagai sisi.
Kebijakan
utama dan strategi mereka ialah memporak porandakan barisan umat Islam Iran
yang revolusioner. Mereka mencap
kelompok tertentu dengan reformis dan kelompok lain dengan konservatif. Mereka mendukung satu kelompok
tertentu, dan menggempur kelompok
lain dengan profokasi. Mereka
membesar-besarkan sebagian problematika yang ada dengan tujuan mengesankan
ketidak efektifan pemerintahan Islam agar rakyat frustasi terhadap pemerintahan
religius. Mereka menjajakan
dikotomi agama dan politik. Namun,
dalamnya keimanan rakyat kami kepada agama telah menjadi benteng raksasa yang menghadang jalan
mereka. Mereka merancang
program-program propaganda dengan tujuan membuat para pemuda Iran
frustasi. Problema ekonomi yang
kurang lebih sudah menjadi fenomena yang lumrah dan umum di semua pelosok dunia
mereka kesankan sebagai salah satu masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh
pemerintahan Republik Islam Iran.
Dengan
propagandanya, mereka ingin menyoal Imam Khomaini dan pilar-pilar revolusi
Islam, karena mereka terpukul oleh Islam dan revolusi Islam. Mereka merasa terancam bahaya oleh
kebangkitan Islam di dunia dan sangat cemas menyaksikan hidupnya kembali dan
meruyaknya perjuangan Islam di Libanon dan Palestina. Karena itu mereka bermaksud mencabut akar pemikiran Islam.
Mereka membidikkan peluru-peluru propaganda beracunnya ke arah Islam dan agama. Semakin besar eskalasi perjuangan
Libanon dan Palestina, semakin besar pula kegeraman dan konspirasi Zionisme dan
AS terhadap pemerintahan Republik Islam.
Tetapi mereka harus tahu, para pejabat dan pemimpin negara kami masih
terkonsolidasi, dan rakyat muslim Iran tetap serempak mendukung aspirasi
revolusi dan Islam. Dan
dukungan kepada Palestina, intifadah, dan perjuangan melawan Zionisme dan para
pendukungnya tetap merupakan bagian dari pilar-pilar utama kebijakan strategis
Republik Islam Iran. Kami yakin,
dengan berlanjutnya perjuangan umat Islam Palestina dan dukungan Dunia Islam,
Palestina akan bebas, dan Baitul Maqdis serta Masjidil Aqsha akan kembali dalam
dekapan Dunia Islam. Insyaallah.
والله غالب علي امره
“Dan Allah berkuasa terhadap
urusan-Nya”
Wassalamu’alaikum Wr.Wb